Yuk plesiran sambil Mudik

Dilandasi akan keyakinan dan ketaatan tradisi, serta yakin akan tercapainya “Herd Immunity” akibat 300 juta warga yang telah mendapat vaksin dalam kurun 7 bulan, alih-alih malah menuai sikap ignorant alias abai secara masif bagi masyarakat India. 

Satu Juta warga India mengikuti ritual “Kumbh Mela” mandi di sungai Gangga. Festifal keagamaan terbesar namun dilaksanakan tanpa protokoler kesehatan, rupaya sudah ditunggu “Gengster” Covid19 sebagai hidangan empuk.

Tragedi di India, mengingatkan kita bahwa dalam perjalanan waktu pandemi, istilah  Herd Immunity bukan jaminan pada periode ini, malah menjadi sesuatu momentum tragedi  “Herd Ignorancy”. 

Sejauh ini kasus positif Covid19 selalu melonjak, lantaran mengendurnya pengawasan prokes. Kejenuhan dan merasa terbiasa dengan pandemi menjadi sindrom "Kebal" akan ketakutan virus covid-19. Jika kasus melonjak, pengawasan jangan lengah. Kepatuhan daerah untuk menjalankan aturan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro sebaiknya diterapkan. Dan tentunya, peningkatan klaster perkantoran memastikan aturan pembatasan maksimal 50 persen diperkantoran harus dipenuhi. Intinya, jangan disepelekan kerumunan, entah berbasis kantoran sampai dengan kerumunan ala gaya hidup seperti ngopi, ngemall, nongkrong. 

Dus, bagaimana dengan ritual mudik seperti yang kita dapat petik hikmahnya dari kasus India? plus bagaimana antisipasi kerumunan lokal alias berwisata ketika libur panjang? Apakah ini menjadi pilihan antisipasi solusi mudik dan "bete" di rumah ? 

Seperti kita ketahui, berdasarkan trend libur natal dan tahun baru tahun lalu, libur panjang membuat pergerakan warga dan kerumunan meningkat, kondisi tersebut meningkatkan risiko penularan Covid-19.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito juga mengingatkan masyarakat untuk mematuhi kebijakan larangan mudik Lebaran yang diberlakukan oleh pemerintah.

"Pemerintah ingin betul-betul menjaga pada saat Ramadan dan Idulfitri ini tidak memicu peningkatan kasus setelah bulan Ramadan dan juga dengan libur Idulfitri," katanya.

Namun Keputusan untuk melarang mudik sudah keluar dari pemerintah. Tentu menghindari keburukan, adalah amanah  yang harus dilaksanakan, untuk mencegah terjadinya penularan, sekaligus menjaga keselamatan. 

Virus pandemi  jelas tidak pandang bulu, juga tidak mengenal hari libur ataupun hari yang fitri. Merubah kebiasaan terutama di Hari Raya tentu tidak mudah. Tetapi pilihan yang dihadapi memang sulit, mau kembali ke pola kebiasaan lama, dengan potensi efek penularan yang cepat, atau masuk ke era normalitas baru. Kita harus mulai terbiasa dengan kemungkinan aktifitas digital seperi zakat, sungkeman,halal bihalal, dan transfer angpau Lebaran sebagai jalan keluar untuk tetap bersilaturahmi dan menunaikan ibadah. Demikian pula dengan protokol ketat ketika shalat jamaah Ied dijalankan.

Bagai koin bermata dua, yang tak terbelah,  sementara sejumlah destinasi wisata mempersiapkan diri menyambut wisatawan dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes) menjelang dan saat libur Lebaran nanti.

Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, mengatakan bahwa pemerintah tetap mengizinkan warganya untuk berwisata dengan catatan, wisata lokal. Wiku menambahkan, SE Satgas 13 2021 melarang bila masyarakat berplesiran terlalu jauh, tetapi tidak melarang jika wisata secara lokal.

Mengutip epilog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman berpandangan, di tengah pandemi Covid-19 di Indonesia yang belum terkendali, potensi terpaparnya virus di tempat pariwisata sangat mungkin terjadi.

Walhasil, kembali kepada pilihan kita sendiri apakah “ Jangan mudik atau jangan berwisata” . Pilihan adalah kompromi hati, inilah era new normal yang akan terus mengganti dunia. Hmm, jadi mudik dilarang, wisata dibuka, plesiran  sambil Mudik ? 


( Rangkuman berbagai sumber) 

#pustakaaristoteles #saskiaubaidi (foto koleksi pribadi)  #mudik2021 #covid19 #pandemi

Comments

Popular posts from this blog

Jalur Pendidikan HBS - Hogereburgerschool

Kampung Arab Pekojan

Tjakrabirawa di malam kelam 1 Oktober 1965