POLITIK ANAK MUDA YANG TAK BERTENAGA
<meta name="google-adsense-account" content="ca-pub-6711105435539521">
Mereka memiliki tim ahli yang sangat mahir dalam menciptakan citra modern dan mempesona, sering muncul di media sosial dengan foto-foto yang keren, meme-meme yang menghibur, dan tuntutan-tuntutan populer seperti kebebasan berpendapat dan negara yang bersih dari korupsi.
Namun, seiring kampanye berjalan, terungkap bahwa partai ini hanyalah semacam boneka politik yang didukung oleh para lobbyist dan pemodal kaya.
Dilalanya, Ketika datang pada isu-isu konkret yang penting bagi anak muda, seperti pekerjaan, pendidikan yang terjangkau, dan perumahan yang terjangkau, partai ini hanya memberikan retorika tanpa tindakan nyata. Petinggi partai hanya berpikir tentang Kehausan popularitas dan bagaimana mendulang suara demi dukungan publik supaya melantai ke dewan rakyat dengan jualan suara generasi muda.
Akhirnya, para anak muda mulai menyadari bahwa partai tersebut hanyalah sekadar pencitraan kosong. Mereka merasa tidak terwakili dan dikhianati oleh partai yang seharusnya menjadi suara mereka. Banyak segregasi kelompok yang beririsan kepentingan di dalam sistim keanggotaannya.
Seiring waktu, partai ini kehilangan dukungan generasi muda dan menjadi contoh nyata tentang bagaimana politik seringkali lebih tentang penampilan daripada substansi.
Mereka butuh Ideologi yang jelas
Di tengah gebrakan awal partai politik "anak muda," itu, mereka berjanji menjadi suara generasi muda, beberapa anggota muda yang idealis mulai berbicara, menekankan pentingnya memiliki ideologi yang kokoh, nilai-nilai yang mereka yakini, dan rencana yang konkrit untuk membawa perubahan yang diinginkan generasi muda.
Apa Daya, para pemimpin partai tampaknya kurang peduli dengan ideologi. Mereka lebih fokus pada pencitraan diri dan bagaimana bisa menarik perhatian media dan pengikut. Hanya terus mengulang berbagai janji manis tentang masa depan yang lebih baik tanpa memberikan detail konkrit.
Akhirnya, para anggota muda yang bersemangat itu menyadari bahwa partai ini hanya menjadi perkumpulan kosong tanpa landasan ideologi yang kuat. Mereka merasa seperti sekadar alat untuk mengejar kepentingan politik para pemimpin partai yang sebenarnya hanya ingin mempertahankan kekuasaan dan popularitas mereka.
Namun kesadaran seperti ini hanya muncul ketika mereka menjalaninya, karena mereka sudah dijejeli sikap pandang prakmatis entah isi perut, ego kekuasaan atau segala fasilitas yang extra.
Comments