Foke-Nara Ibarat Air dan Petasan?
sumber http://politik.kompasiana.com/2012/08/14/foke-nara-ibarat-air-dan-petasan
Foke-Nara Ibarat Air dan Petasan?
OPINI | 14 August 2012 |
Dalam diskusi “Jakarta 2012, Pilih yang Ahli atau Berani?” di Jakarta Media Center, Jakarta hampir satu setengah tahun yang silam, Sekretaris DPD Partai Demokrat DKI Jakarta, Irfan Gani menyatakan bahwa Dewan Pengurus Daerah Partai Demokrat DKI Jakarta memutuskan menjagokan Ketua DPD PD Nachrowi Ramli sebagai gubernur Ibu Kota 2012-2017.
Hilangnya dukungan DPD terhadap Foke ini dilatarbelakangi oleh banyaknya kekurangan kinerja pemerintah provinsi DKI Jakarta selama dibawah pimpinanya. “Ada kekacauan, kenapa kacau? Pertama, janji dari ahli untuk bangun Jakarta saya pikir nol besar, karena branding yang dikemas bersama itu tidak terealisir sama sekali,” ucap Sekretaris DPD Partai Demokrat DKI Jakarta, Irfan Gani “Dari sisi manajemen dan leadership tidak pantas kalau kita kembali mencalonkan Foke kembali,” tandasnya.
Menanggapi hal itu, Foke pada saat itu cukup santai dan berkata : “yang milih itu rakyat, bukan partai.” Sebetulnya Foke punya kartu truf, dia yakin DPP PD akan menganulir keputusan DPD PD DKI Jakarta. Sedemikian yakinnya, meski SBY sempat mengkritik Foke program-programnya di DKI, ga ada yang jalan, janjinya seperti pepesan kosong.
Nachrowi Ramli sendiri melihat permasalahan DKI Jakarta adalah “tidak adanya ketegasan dalam menegakkan aturan dan tidak hadirnya pemimpin yang serius, tegas, dan bernyali untuk menyelesaikan persoalan.” (http://id.wikipedia.org/wiki/Nachrowi_Ramli). Itu sebabnya, Nachrowi bertekad untuk menjadi DKI 1, bukan DKI 2.
Kenyataanya, politik Foke di internal DPP PD berhasil menyingkirkan NR dari kandidat DKI 1.
Hal itu membuktikan kelihaian FOke bermain politik di tingkat elit. Betapa Foke sangat mumpuni mengakomodasi kepentingan VIP, meskipun di atas penderitaan pihak-pihak di bawahnya. Yang dia peduli hanya apakah elit-elit kekuasaan masih berkenan kepadanya. Dia tidak peduli yang lain.
Kepiawaiannya itu kembali terlihat dalam konstelasi dukungan partai pada putaran kedua ini. Kekuatannya sebegitu besar, sampai partai-partai yang semula menghujatnya di putaran pertama, kini seperti kerbau dicocok hidung, nunut manut di bawah pesona kumisnya. PKS dan Golkar tiba-tiba lupa, di putaran 1 mereka bilang Foke gagal total, Foke korupsi, dll… Sekarang?
Kita tidak tahu apa yang diberikan Foke kepada para elit politik yang mendukungnya itu. Yang kita tahu apa yang Foke berikan kepada rakyat DKI selama dia menjabat sejak 2008. Ini sekadar beberapa catatan:
Rakyat DKI yang peduli pendidikan dan budaya harus miris menerima kenyataan bahwa salah satu aset budaya penting di DKI, Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin nyaris mati di zaman Foke. Pusat dokumentasi sastra yang menyimpan, antara lain, 16.816 judul buku fiksi, 11.990 judul buku nonfiksi, 457 judul buku referensi, dan 772 judul buku dan naskah drama itu terancam tutup. Pasalnya, dana subsidi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selalu berkurang setiap tahunnya. Kalau pada 2003 PDS H.B. Jassin masih menerima dana bantuan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 500 juta per tahun, pada masa pemerintahan Gubernur Fauzi Bowo dana tersebut dipotong 50 persen. Pada 2009, lagi-lagi dipotong 50 persen sehingga PDS H.B. Jassin hanya menerima Rp175 juta setahun. Lalu pada 2010, turun lagi, hingga hanya Rp165 juta. “Padahal, dana dari Pemerintah Provinsi DKI untuk PDS H.B. Jassin sejak ditetapkan oleh Gubernur Ali Sadikin sampai dengan Gubernur Sutiyoso lancar-lancar saja,” ujar Ajip Rosidi, Ketua Dewan Pembina Yayasan Dokumentasi H.B. Jassin. Puncaknya, pada anggaran 2011, berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta bertanggal 16 Februari 2011, subsidi tinggal Rp50 juta setahun. (http://jakarta.kompasiana.com/sosial-budaya/2012/06/06/berliterasi-di-pusat-dokumentasi-sastra-hb-jassin-tim-jakarta/)
Masih di bidang pendidikan, Foke dianggap menghambat pembangunan madrasah Al Falah di Kebun Jeruk, Jakarta Barat (http://www.jpnn.com/read/2012/04/18/124638/Foke-Dianggap-Persulit-Izin-Pembangunan-Madrasah-) sampai-sampai Menteri Agama yang juga Ketua Umum PPP, Suryadarma Ali, turun tangan.
Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Tambora, Jakarta Barat misalnya, yang dibangun sejak 1984 tersebut, saat ini kondisinya sudah tidak layak huni. “Saluran air di keliling bangunan sudah tidak berfungsi, struktur bangunan yang sudah rusak, dan dinding luar bangunan berlumut,” seperti dikutip Kompas hari ini. Rencana peremajaan rusun untuk rakyat kecil berpenghasilan di bawah Rp 2 juta perbulan ini sudah ada sejak Sutiyoso menjabat. Sosialisasi untuk peremajaan bangunan Rusun sudah dilakukan sejak 2008 kepada para penghuni Rusun dan masyarakat sekitar. Sampai saat ini rencana itu belum terlaksana.
Dari ilustrasi kebijakan di atas tercermin bagaimana Foke melecehkan rakyatnya sendiri. Terakhir, saat meninjau korban kebakaran di Bendungan Hilir, Foke mengaitkan pembangunan kembali wilayah yang terkena musibah itu dengan pilihan politik warga. “Kalau milih Jokowi, bangun aja di Solo sono mendingan..!” katanya seperti tertangkap kamera TV Berita Satu. (http://www.beritasatu.com/megapolitan/65200-suruh-korban-kebakaran-pindah-ke-solo-foke-tidak-etis.html)
Tapi di hadapan wakil rakyat, Foke adalah orator ulung, Dalam pidatonya dalam sidang paripurna DPRD dalam rangkaian ultah DKI 22 Juni silam, Foke sesumbar bahwa Jakarta tidak kalah dengan kota-kota besar lain di dunia seperti Rio de Janeiro, Beijing, Guangdong dan Kuala Lumpur. Pidato ini bukan hanya pepesan kosong - lebih parah lagi ini adalah kebohongan publik dan manipulasi data. http://politik.kompasiana.com/2012/06/23/penipu-besar-itu-bernama-foke/.
Kembali ke topik utama, apakah Foke dan Nara pasangan yang ideal untuk DKI? Jika di mata rakyat Foke sudah ‘mati angin’ walaupun masih berkibar di kalangan elit, maka Nara sungguh merupakan penyelamat dari duet ini. Nara adalah otak kemenangan PD dalam Pemilu 2009 lalu. Itu sebabnya ia mulus menduduki kursi ketua DPD PD periode 2010-2015. Basis masanya kuat. Latar belakang karirnya di militer cemerlang. Sebagai militer intelijen, Nara punya semua informasi tentang Foke. Berbeda dengan Priyanto, posisi Nara terhadap Foke lebih kuat. Jika di tengah jalan perilaku Foke masih seperti ketika ia memperlakukan Priyanto, things would not be as easy as before buat Foke. Nara akan melawan dengan caranya sendiri. Nara justru akan menjadi booster supaya Foke tidak lagi slenge-an seperti selama ini.
Nara mungkin dijanjikan oleh PD dan Foke kursi DKI 1 pada periode yad. Yang tidak disadari Nara, justru posisi yang dia ambil saat ini untuk mendampingi Foke, ibarat petasan terkena rembesan air comberan. Harusnya dia bisa melesat, eh malah mendesis gara-gara kebasahan air; bukan air sekadar air, tapi air comberan yang merembes dari penampungnya. Penampungnya sendiri berpoleskan emas, dengan tambalan di sana sini yang juga terbuat dari emas yang membuat silau orang-orang yang buta hatinya….
Comments