Update Status ala Presiden
Dunia Politik di Indonesia sangat disayangkan telah terkontaminasi oleh kepentingan sempit dan sesaat para pelaku politik alias para politisi.
Nilai luhur berjuang dalam Partai Politik akhirnya kandas dan hilangnya makna ideal dari sebuah perjuangan untuk rakyat, menjadi perjuangan kepentingan pribadi dan sekelompok elite partai berorintasi Hedoisme nyaris Narsisme mengangkat rating.
Kita tidak bisa pungkiri beberapa waktu ini kita telah mendengar dan menyoroti kasus-kasus seperti ketua partai korupsi,kasus suap menyuap, perseteruan elite partai,kepala daerah yang diberhentikan akibat menikahi gadis secara siri dan menceraikannya 4 hari kemudian, indikasi pemakaian narkoba pada calon legislatif sampai kecaman dalam internal partai yang saling mau "Buka-Buka"an.
Dan babak seru dalam drama politik ini adalah " Update Status" ala Facebooker oleh Presiden yang seolah-olah mengesankan tanggapan " Partai politik menyita perhatian ku", Jangan-jangan Presiden sudah mengganggap Partai binaannya adalah properti pribadi yang perlu diperhatikan sehingga harus dilakukan penyelesaian ditempat.
Tindakan bijaksana seharusnya dilakukan Parpol dengan menyelesaikan kepentingan partai sesuai ranah kebijaksanaan internal Parpol. Sebaiknya Parpol mampu menyelesaikan permasalahan internalnya tanpa harus merepotkan presiden. Mencegah konflik sudah menjadi kesepakatan diawal sehingga ketika konflik terjadi sudah ada prosedural yang bisa dilakukan sebagai alternatif mengambil keputusan.
Awal yang harus dikoreksi adalah ketika perekrutan calon legislatif dan ketika akan memetakan potensi para calon legislatifnya. Jika saja kita tidak bicara melulu soal pendanaan,kekuasaan dan pencitran dengan harapan caleg tersebut bisa menaikkan rating Parpol,mulailah kita memikirkan sisi Humanisme, Elektabilitas seseorang ketika menjadi pemimpin, adakah hati kepada negara ini seperti ketika para Bapak Bangsa mendirikan negara ini.
Kelihatannya seperti teori yang basi dan membosankan alias tidak poluler namun hal inilah yang sering terabaikan. Ternyata pola "Kroni dan "Pertemanan, ramah "Kantong" masih merupakan poin utama dalam rekruit politik.
Mampukah mereka berkomunikasi lancar dan komunikatif dalam menyelesaikan masalah politik yang berarti masalah kenengaraan serta rela berkorban? Belum tentu unsur ini diusungkan ke depan. Sudah seharusnya mereka mempertimbangkan efek psikologis ketika sudah menjadi wakil rakyat.
Karena tidak bisa dipungkiri ketika sudah bertahta, menjabat dan merasakan kekuasaan, nilai perjuangan bisa berubah makna yang akhirnya berujung konflik,kegaduhan,kompetisi.
Sayang sekali ternyata Politik itu mahal,dan sangat tidak memberikan tempat bagi yang "Kalah" jika sudah memutuskan untuk berhenti berperang berarti memudarkan peluang yang sudah dirintis. Alih-alih akan muncul stilah populer "Sikap Politik saya...." dan dibarengi istilah tidak formal "Sesuai Kepentingan".
Akhirnya final dari skenario drama politik ini adalah saling berbagi cerita dan berujung entah di KPK ataupun aparat penegak hukum. Muncullah liputan-liputan seru yang bisa kita nikmati dalam media massa layaknya dunia infoteiment dunia selebrity politik.
Akhirulkalam, apakah yang bisa kita petik dari uraian ini, tidak lain dan tidak bukan adalah bisakah kita menjalankan Demokrasi melalui perbaikan Partai Politik dan Parlemen yang transparan. Apakah Partai Politik dan Parlemen adalah benar-benar menyuarakan demokrasi yang mampu mensejahterakan rakyat.
Sejauh mana, Partai Politik dan Parlemen kita memulai menyuarakan kembali Demokrasi Pancasila dimana Pancasila bukan Kapitalisme,liberalisme,Marzisme,Sosialisme ataupun Komunisme maupun Politik Perwayangan dan Politik Dagang sapi.
Sayang sekali Pancasila sudah termarjinalisasikan dari kehidupan bangsa kita karena pernah ada penyimpangan menjadi sakral dan dogma. Padahal Jawaban kita kembali kepada nilai-nilai luhur Pancasila dalam etos Demokrasi Pancasila.
Demokrasi Pancasila akan memberi jawab sebagai garis pedoman bermasyarakat, kode etik bernegara dan cara pandang berpikir politis.
Kembalikan porsi atensi wakil rakyat kepada ranah publik dengan pola pikir revitalisasi amanat konstitusi. Kembalikan perjuangan kepada kesejahteraan rakyat kembalikan Parpol dan Parlemen kepada Jiwa Pancasila.
Semoga harapan ini bisa merubah pemikiran Partai Politik di Indonesia.
Wassalam
Nilai luhur berjuang dalam Partai Politik akhirnya kandas dan hilangnya makna ideal dari sebuah perjuangan untuk rakyat, menjadi perjuangan kepentingan pribadi dan sekelompok elite partai berorintasi Hedoisme nyaris Narsisme mengangkat rating.
Kita tidak bisa pungkiri beberapa waktu ini kita telah mendengar dan menyoroti kasus-kasus seperti ketua partai korupsi,kasus suap menyuap, perseteruan elite partai,kepala daerah yang diberhentikan akibat menikahi gadis secara siri dan menceraikannya 4 hari kemudian, indikasi pemakaian narkoba pada calon legislatif sampai kecaman dalam internal partai yang saling mau "Buka-Buka"an.
Dan babak seru dalam drama politik ini adalah " Update Status" ala Facebooker oleh Presiden yang seolah-olah mengesankan tanggapan " Partai politik menyita perhatian ku", Jangan-jangan Presiden sudah mengganggap Partai binaannya adalah properti pribadi yang perlu diperhatikan sehingga harus dilakukan penyelesaian ditempat.
Tindakan bijaksana seharusnya dilakukan Parpol dengan menyelesaikan kepentingan partai sesuai ranah kebijaksanaan internal Parpol. Sebaiknya Parpol mampu menyelesaikan permasalahan internalnya tanpa harus merepotkan presiden. Mencegah konflik sudah menjadi kesepakatan diawal sehingga ketika konflik terjadi sudah ada prosedural yang bisa dilakukan sebagai alternatif mengambil keputusan.
Awal yang harus dikoreksi adalah ketika perekrutan calon legislatif dan ketika akan memetakan potensi para calon legislatifnya. Jika saja kita tidak bicara melulu soal pendanaan,kekuasaan dan pencitran dengan harapan caleg tersebut bisa menaikkan rating Parpol,mulailah kita memikirkan sisi Humanisme, Elektabilitas seseorang ketika menjadi pemimpin, adakah hati kepada negara ini seperti ketika para Bapak Bangsa mendirikan negara ini.
Kelihatannya seperti teori yang basi dan membosankan alias tidak poluler namun hal inilah yang sering terabaikan. Ternyata pola "Kroni dan "Pertemanan, ramah "Kantong" masih merupakan poin utama dalam rekruit politik.
Mampukah mereka berkomunikasi lancar dan komunikatif dalam menyelesaikan masalah politik yang berarti masalah kenengaraan serta rela berkorban? Belum tentu unsur ini diusungkan ke depan. Sudah seharusnya mereka mempertimbangkan efek psikologis ketika sudah menjadi wakil rakyat.
Karena tidak bisa dipungkiri ketika sudah bertahta, menjabat dan merasakan kekuasaan, nilai perjuangan bisa berubah makna yang akhirnya berujung konflik,kegaduhan,kompetisi.
Sayang sekali ternyata Politik itu mahal,dan sangat tidak memberikan tempat bagi yang "Kalah" jika sudah memutuskan untuk berhenti berperang berarti memudarkan peluang yang sudah dirintis. Alih-alih akan muncul stilah populer "Sikap Politik saya...." dan dibarengi istilah tidak formal "Sesuai Kepentingan".
Akhirnya final dari skenario drama politik ini adalah saling berbagi cerita dan berujung entah di KPK ataupun aparat penegak hukum. Muncullah liputan-liputan seru yang bisa kita nikmati dalam media massa layaknya dunia infoteiment dunia selebrity politik.
Akhirulkalam, apakah yang bisa kita petik dari uraian ini, tidak lain dan tidak bukan adalah bisakah kita menjalankan Demokrasi melalui perbaikan Partai Politik dan Parlemen yang transparan. Apakah Partai Politik dan Parlemen adalah benar-benar menyuarakan demokrasi yang mampu mensejahterakan rakyat.
Sejauh mana, Partai Politik dan Parlemen kita memulai menyuarakan kembali Demokrasi Pancasila dimana Pancasila bukan Kapitalisme,liberalisme,Marzisme,Sosialisme ataupun Komunisme maupun Politik Perwayangan dan Politik Dagang sapi.
Sayang sekali Pancasila sudah termarjinalisasikan dari kehidupan bangsa kita karena pernah ada penyimpangan menjadi sakral dan dogma. Padahal Jawaban kita kembali kepada nilai-nilai luhur Pancasila dalam etos Demokrasi Pancasila.
Demokrasi Pancasila akan memberi jawab sebagai garis pedoman bermasyarakat, kode etik bernegara dan cara pandang berpikir politis.
Kembalikan porsi atensi wakil rakyat kepada ranah publik dengan pola pikir revitalisasi amanat konstitusi. Kembalikan perjuangan kepada kesejahteraan rakyat kembalikan Parpol dan Parlemen kepada Jiwa Pancasila.
Semoga harapan ini bisa merubah pemikiran Partai Politik di Indonesia.
Wassalam
Comments