Terjebak dalam sejarah trilogi ideologi

O
Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai pemenang Perang Dunia II memiliki paham/ ideologi yang berbeda. 

Amerika Serikat memiliki ideologi liberal-kapitalis sedangkan Uni Soviet berideologi komunis.
 
Keduanya mempunyai keinginan untuk menjadi penguasa di dunia dengan cara-cara yang baru. 

As sebagai negara kreditor besar membantu negara-negara yang sedang berkembang berupa pinjaman modal untuk pembangunan dengan harapan bahwa rakyat yang makmur hidupnya dapat menjadi tempat pemasaran hasil industrinya dan dapat menjauhkan pengaruh sosialis komunis.

Masyarakat miskin merupakan lahan subur bagi paham sosialis komunis. Uni Soviet yang mulai memetakan perekonomian juga tidak mau kalah membantu perjuangan nasional berupa bantuan senjata atau tenaga ahli. Hal ini dilakukan untuk mempengaruhi negara-negara tsb. 

Pernah kita terjebak dalam trilogi ideologi dan ternyata inilah sejarah perjuangan bangsa kita yang memang ditebus dengan pengorbanan yang besar. Dan sudah seharusnya ada pelurusan sejarah yang mencerdaskan bangsa ini sehingga bukan masuk dalam penyesatan kebenaran. 

Nasakom adalah singkatan Nasionalis, Agama dan Komunis, dan merupakan konsep dasar Pancasila. Konsep ini diperkenalkan oleh Soekarno Presiden pertama Republik Indonesia yang menekankan adanya persatuan dari segala macam ideology Nusantara untuk melawan penjajahan, dan sebagai pemersatu Bangsa untuk Revolusi rakyat dalam upaya memberantas kolonialisme di bumi Indonesia. 

Dengan penyatuan tiga konsep ini (Nasionalis, Agamis dan Komunis) Soekarno berusaha untuk mengajak segala komponen bangsa tanpa melihat segala perbedaan yang ada. Baik itu perbedaan Religius maupun suku dan budaya. Bisa di katakan bahwa Nasakom adalah penjelmaan atau penerapan daripada Pancasila, terutama azas Bhineka Tunggal Ika.

Karena itulah, untuk memahami nasakom, orang harus mengerti dulu pada sisi mana masing-masing ideology ( baik nasionalisme, islamisme, maupun komunisme ) secara baik dan benar. Untuk meyakini kebenaran nasakom, orang tak bisa menjadi nasionalis sempit, islam sempit, atau marxisme salah kaprah. 

Intinya, nasakom akan mudah diterima oleh mereka yang berpikiran luas dan lapang, orang yang berpengetahuan luas dan selalu menganalisis berdasarkan pengetahuan terhadap perkembangan atau "susunan" ekonomi dunia, serta memahami kontradiksi-kontradiksi yang berkembang didunia dengan pengaruhnya ke negaranya sendiri; dan dengan menganalisis corak produksi dan pemikiran masyarakat sendiri. 

Bung karno, sebagai penggagas nasakom, memang mengetahui susunan ekonomi dunia, sekaligus memahami perkembangan masyarakatnya sendiri. 

Dan ia melihat bahwa ideology-ideologi yang berkembang di masyarakatnya itu sebagai jawaban atau reaksi yang 'pas' untuk melawan penjajahan asing.

Nasakom bertemu dalam suatu proyek anti-penjajahan asing. Kaum  nasionalis yang tidak anti-penjajahan asing, tak mungkin ia setuju dengan nasakom; islamis yang tak anti-penjajahan asing, mustahil ia akan pro-nasakom; dan komunis yang tak tahu bahwa semangat nasionalisme dan agama juga dapat digunakan untuk melawan imperialism, mustahil ia pro-nasakom. 

Tak heran jika sejak kelahirannya, nasakom diserang dan dimusuhi oleh islam sempit, nasionalis picik, atau marxis yang ke-kiri-kirian.

Jika kita melihat kondisi saat itu maka ide Nasakom bukanlah ide yang buruk, melainkan merupakan ide yang cemerlang. Memang secara logika agama dan komunis (walaupun tanpa pandangan atheistik) sulit untuk bersatu. Namun kondisi yang sedemikian rupa menyebabkan segala cara harus dicoba walaupun cara yang mustahil sekalipun. 

Bayangkan kondisi yang berat itu harus dihadapi oleh negara yang baru menginjak usia remaja. Bila tidak dengan Nasakom apa yang harus dilakukan pemerintah ?, dibiarkan ?membubarkan golongan agama dan melarangnya terlibat di dunia perpolitikan ?, membubarkan golongan komunis dan melarangnya terlibat di dunia perpolitikan ?, atau bahkan meminta ketiganya melebur ke golongan nasionalis ?. 

Jawabannya jelas tidak mungkin. Jika dibiarkan tentu kondisi negara labil dan rawan terjadi konflik hingga perpecahan dan pembangunan terganggu. 

Jika mendiskriminasi golongan agama, tentu akan terjadi perlawanan dari golongan agama yang berpotensi mengarah pada konflik berdarah. Hal tersebut tentu mengancam persatuan nasional. 

Opsi kedua mendiskriminasi golongan komunis. Mendiskriminasi golongan komunis jelas tidak mungkin. Hal ini disebabkan golongan komunis mempunyai kedudukan yang kuat dan massa yang banyak. Ditambah lagi mereka merupakan salah satu pendukung utama pemerintah orde lama.

Selain itu Indonesia juga mempunyai hubungan yang sangat akrab dengan negara-negara blok timur. Indonesia juga membutuhkan alusista militer dari Uni Soviet untuk merebut Irian Barat. 

Presiden Soekarno jika memilih opsi kedua juga tidak memiliki alasan yang kuat untuk mendiskriminasi golongan komunis. Hal ini tentu berbeda dengan orde baru  Soeharto yang dengan mudahnya mendiskriminasi orang-orang komunis hingga seluruh keluarga dan keturunannya. 

Sebab presiden Soeharto mempunyai alasan yang jelas, yakni menuduh PKI terlibat dalam peristiwa G30S. 

Kebijakan presiden Soeharto ini tentunya sangat didukung oleh negara-negara blok Barat, sehingga posisi presiden Soeharto sangat kuat. Bandingkan dengan presiden Soekarno yang cenderung memusuhi negara-negara blok barat. 

Andaipun presiden Soekarno berusaha mendapat dukungan dari negara-negara barat, maka akan lebih mudah mendiskriminasi golongan komunis, namun tentu ada imbalan yang besar dan berpotensi mengancam sistem ekonomi berdikari. 

Presiden Soeharto sendiri membayar imbalan dukungan negara-negara barat dengan cara mengorbankan ekonomi berdikari, yakni dengan mengizinkan perusahaan-perusahaan asing masuk ke Indonesia dan menguasai sebagian besar aset bangsa (seperti Freeport). Hal semacam ini tentu sangat bertentangan  prinsip Soekarno .

Inilah sebuah perjalanan bangsa yang kemudian banyak melahirkan  beberapa aspek penting  seperti Penyaluran Tuntutan, Pemeliharaan nilai, Kapailitas, Integrasi Vertikal dan Horizontal, Gaya Politik, Kepemimpinan, Partisipasi massa, Keterlibatan Militer, Aparat Negara, dan Stabilitas. 

Harus disadari peperangan di antara Nasionalisme, Agamaisme, dan Komunis sudah selesai. Rakyat Indonesia harus bisa menerima Nasionalime Pancasila sebagai platform bersama bermasyarakat.   

Meskipun demikian, di era keterbukaan seperti sekarang di tataran diskusi, dialog, maupun perdebatan mana ideologi yang terbaik tentunya sah-sah saja. 

( berbagai sumber )

Comments

Popular posts from this blog

Jalur Pendidikan HBS - Hogereburgerschool

Kampung Arab Pekojan

Tjakrabirawa di malam kelam 1 Oktober 1965