QUO VADIS SATGAS PANGAN DALAM STABILISASI HARGA



QUO VADIS SATGAS PANGAN DALAM STABILISASI HARGA 
(Seminar Ahli)
Pusat Kajian Pertanian Pangan & Advokasi  ( PATAKA )
8 Agustus 2017 Sesi Satu.


NARASUMBER 1
Prof.Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB)

Dia menjelaskan, ada pembohongan publik terkait data produktifitas padi. Klain peningkatan produksi beras tidak sesuai dengan kenaikan harga. Produksi Padi pada tahun 2017 terancam banyak kendala. 

Data yang diperoleh dilapangan dan klaim pemerintah berbeda. Misalkan, Data produksi tahun 2015 mencapai 43 juta ton, sementara ketersediaan pangan pokok ditambah dengan stok tahun lalu dan impor mencapai 52 Juta ton. Kemudian dibagi jumlah penduduk Indonesia 250 juta orang. 

Produksi beras dianggap surplus sebesar 6,1 juta ton. Namun kondisi di lapangan malah terjadi kenaikan harga beras. Harga beras turut terkena inflasi. dimanakah surplus 6 Juta ton berasnya, Kenapa ada fakta atau kenyataan di tahun 2014 persediaan beras minus dan harus impor mencapaii 1.2 ton. 

Pemerintah merasa sudah surplus produksi beras dan perlu menghentikan impor beras di tahun 2015. Pada Oktober 2014 harga rata-rata beras Rp.8.934 ,-per kg namun hingga maret 2015 mulai merangkak naik menjadi Rp.10.375,- walau pada saat panen raya sempat turun Rp.9.892,- namun setelah itu harga tetap naik. Pemerintah terlambat lagi mengantisipasi stok dan mengeluarkan kebijakan yang salah. Pada Oktober 2015 diimpor lagi beras untuk menambah stok beras nasional. Otomatis harga beras dalam negeri terus melambung. 

Pada November 2015 Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani (AB2TI) mengumpulkan data padi dari 60 kabupaten dan menghasilkan data yang berkebalikan dengan data pemerintah. Produksi padi 2015 lebih rendah daripada 2014. Hal ini yang menjadi pemicu peningkatan harga beras sejak Mei 2015 dan menjadi stabil tinggi hingga saat ini. 
Ketidakakuratan data dapat menyebabkan setidaknya kesalahan perencanaan dan alokasi sumber daya pembangunan yang tidak efisien. Ketidakakuratan data akan menghasilkan kesalahan kebijakan.


Kementerian bekerja mengembangkan teknologi satelit sehingga diharapkan bisa memantau luas dan sebaran pertanaman padi se-Indonesia. Kerja sama ini bertujuan meningkatkan kualitas data pangan.

Ancaman Produksi di tahun 2017  akibat serangan organisme penganggu tanaman (OPT). Mulai dirasakan di Indramayu,Purbalingga,Karanganyar,Magetan, Trenggalek . 


NARASUMBER II Bp. FAISAL BASRI EKONOM UI
Pangan selalu menjadi faktor dominan penyumbang inflasi dan penyumbang garis kemiskinan terbesar di pedesaan. Walau harga gabah jatuh, harga pangan ditingkat konsumen tetap tinggi.
Pemerintah kurang berdaya menghadapi perilaku pasar sehingga harus menggunakan pendekatan yang bercorak represif ( SATGAS PANGAN ) contoh kasus ketika  Kebutuhan masyarakat terhadap pangan di bulan Ramadan memang menjadi lebih banyak dari biasanya. Apakah pembentukan satgas 
pangan ini mampu mengendalikan inflasi, apakah daya beli menjadi naik ? 

Pendekatan yang bertumpu pada punishment hanya akan melahirkan kegaduhan di masyarakat, meskipun kadang menarik untuk menjadi tontonan publik dan menaikkan citra pemerintah. Harga yang berlaku di pasar merupakan harga mekanisme pasar. Petani memiliki pilihan untuk menjual gabah ke pemerintah atau pasar sesuai mekanisme pasar. Sehingga, harga pasar lebih tinggi dari harga acuan. Ketika ada yang membeli gabah diatas harga acuan, seharusnya tidak menjadi sebuah kendala. 

Menteri Perdagangan dapat menugaskan BULOG untuk melakukan operasi pasar dengan menjual beras sesuai dengan harga acuan. Sudah barang tentu urusan harga acuan tidak berlaku untuk produk premium bermerek seperti minyak goreng Bimoli dan Filma, gula kristal putih merek Gulaku, atau beras kemasan berbagai merek yang banyak dijajakan di pasar modern. Minyak murah dipatok Rp.11.000,-  untuk kemasan 1L. 

Namun ketika berat kemasan dibawah satu kilo dan diecer misalnya ½ L tidak diberlakukan harga acuan. Mengapa hanya membuat sebuah acuan harga dengan  berat tertentu ? Kembali lagi bagaimana peran Bulog yang ditugaskan melakukan operasi pasar jika harga di tingkat konsumen di atas harga acuan ? dan tidak merata. ( Bulog Permendag No 27/ 2017 ) .
Peraturan Presiden Republik Indonesia No 20 Tahun 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG PENUGASAN KEPADA PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG DALAM RANGKA KETAHANAN PANGAN NASIONAL. 
Perpres ini seolah memberikan kewenangan lebih kepada Kemenrtian Pertanian untuk  mengendalikan harga.

NARASUMBER III
A Alamsyah Saragih  Anggota Ombudsman Bidang Agraria dan Pertanian, 

TUJUH 'MALADMINISTRASI' PENGELOLAAN BERAS DI RI

Ada sisi kecurangan dalam proses pengadaan beras. 
1.Persoalan lahan yang justru tidak ditangani dengan serius. 
2.Penjualan Pupuk Bersubsidi
3.Keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam operasi tanpa senjata dalam berbagai program pertanian. Padahal proses penyerapan tanah petani seharusnya berada pada lingkup pemerintah
4.Tidak terorganisirnya asosiasi-asosiasi dalam bidang pertanian. Asosiasi petani tapi anggotanya justru bukan berasal dari petani.
5.Standard Kualitas dan harga yang berproduksi menurunkan stok beras
6.Pendistribusian beras miskin yang dibagi secara merata.
7.Kesalahan Impor oleh pemerintah ditengah besarnya potensi produksi beras di Indonesia

Reformasi Agraria diperlukan untuk  aspek legal dalam pertanahan. Rentan sekali mafia sewa lahan. Petani umumnya menyewa tanah milik pemodal besar untuk mereka tanami. Harga sewa bervariasi. 

Biaya sewa lahan dan biaya tenaga kerja akan menambah biaya produksi.
Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih mengatakan pihaknya tengah melakukan pemeriksaan terhadap kasus yang menimpa PT Indo Beras Unggul (IBU). Kasus penggrebekan gudang PT IBu oleh Satgas Pangan diduga terindikasi maladministrasi.
Adapun hasil pemeriksaan dan evaluasi tentang Satgas Pangan nantinya akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo. Alamsyah menargetkan hasil pemeriksaan bisa kelar dalam waktu dua pekan ke depan, lalu baru melakukan evaluasi keberadaan Satgas Pangan.

Kesimpulan diskusi
Persaingan Usaha (KPPU)  merasakan perlu adanya revitalisasi Perum Bulog agar perusahaan pelat merah itu dapat mengendalikan pasokan dan harga beras. Kembali kepada porsi Bulog sebagai Badan Urusan logistik melaksanakan  urusan pemerintahan dibidang manajemen logistik dengan cara melakukan tata kelola   persediaaan, menyalurkan dan mengendalikan harga beras, serta melakukan usaha jasa logistik yang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Petani dapat menjual kepada Bulog dan konsumen dapat membeli dari Bulog tanpa ada disparitas harga karena hal ini akan mengakibatkan Black Market dalam urusan beras.

Urusan plafon harga terendah dan tertinggi tidak perlu diatur melalui kementrian Pertanian, namun sebaiknya kementrian pertanian kembali berfokus di usaha produksi pertanian. Untuk bicara Tata niaga pola dagang diserahkan kepada departemen Perdagangan. 
Pemerintah seharusnya memperpendek rantai distribusi tata niaga beras karena saat ini dirasa tidak adil. Membedakan harga eceran tertinggi (HET) untuk beras premium dan medium.

Satgas Pangan jangan dijadikan alat teror. Kasus penggerebekan perusahaan beras dan keluarnya permendag menjadi alat penekan yang menimbulkan keresahan meluas, baik di kalangan pelaku usaha maupun petani. Pelaku usaha diliputi kecemasan mengalami kriminalisasi dan petani mengalami kerugian besar karena gabah tak terjual atau dibeli dengan harga sangat rendah sesuai permendag. Kontroversi yang muncul menyebabkan pemerintah membatalkan permendag tersebut dan kembali ke Permendag Nomor 27/M-DAG/PER/5/2017.

Baik permendag yang baru maupun yang lama sungguh mencederai petani karena harga acuan pembelian untuk gabah kering panen dari petani Rp 3.700 jauh di bawah biaya produksi. Hasil kajian AB2TI di 20 kabupaten pada September 2016 menghasilkan angka biaya produksi Rp 4.199 per kilogram gabah kering panen. Kalau harga
jual di atas harga acuan, apakah penjual otomatis dituduh memanipulasi harga? Bukankah harga jual hampir semua komoditas yang diatur pemerintah lebih tinggi dari harga acuan?

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) tidak masuk ke Satgas karena posisi mereka semestinya di luar pemerintah.  KPPU harus bersifat netral. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang bertugas mengawasi perilaku para pelaku usaha dan Perum Bulog sebagai stabilisator harga.

Belajar dari kasus Uni Soviet ketika mengalami masalah krisis Pangan. Harga Gandum terlalu rendah dan tidak ada petani yang mau bertani gandum. Pada 1989, kondisi ekonomi Soviet terpuruk dan salah satu masalah terbesarnya ialah pertanian. Sistem pertanian terpusat yang dipakai. Para petani bekerja untuk memenuhi kuota yang sudah ditetapkan pemerintah dan menjual hasil pertanian mereka langsung kepada negara. Jangan sampai pemerintah menetapkan batasan harga tanpa melihat kondisi pasar dan daya beli yang riil.



-->

Comments

Popular posts from this blog

Jalur Pendidikan HBS - Hogereburgerschool

Kampung Arab Pekojan

Tjakrabirawa di malam kelam 1 Oktober 1965