Pandemi Dan RUU Cipta Kerja
Sebagaimana kita ketahui bersama, pandemi Covid 19 membuat efek konsumsi lesu, investasi sulit tumbuh dan masih melonjaknya angka kasus infeksi covid-19. Perbaikan penyesuaian akibat pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) itu pun tidak terlalu signifikan sebagai obat penangkal lemahnya daya jual/ beli ( baca pasar ).
Banyak pengusaha yang bersikap “Wait and See “menahan ekspansi usahanya karena takut dihantui resiko kebangkrutan lantaran bisnis hanya bisa berjalan maksimal 50 persen dan konsumen pun mengalami penurunan daya beli.
Sederhananya, semakin lama kita berada dalam dilema pandemi covid-19, semakin minim peluang perbaikan iklim usaha dan investasi. Ini termasuk pengertian Investasi lokal dari semua pelaku umkm / wirausaha lokal sampai dengan investasi mega proyek asing.
Sedikit ingin flashback, sebelum pandemi Covid-19 melanda, pemerintah pun sudah sadar bahwa investasi adalah motor penggerak perekonomian ke depan. Kita sudah tidak lagi ada di masa “Booming Komoditas” seperti di tahun 2010-2012, dimana lonjakan harga komoditas export ( batubara,gas alam, minyak kelapa sawit, karet,tembaga dan nikel ) berkontribusi menyumbang pertumbuhan ekonomi mencapai 6,14 persen per tahun. Setelah itu , perekonomian pun mulai melambat dan bahkan pernah menyentuh titik nadir 4.88 persen pada tahun 2015.
Pada saat itu pemerintah harus banyak memberi stimulus guna mendongkrak perekonomian. Semakin banyak stimulus yang diperlukan, semakin banyak utang yang ditarik.
Singkat kata, sudah saatnya fondasi pertumbuhan ekonomi kita menuju industri pengolahan atau manufaktur. Kita bisa lebih menyesuaikan keadaan pasar dan tidak terlalu rentan akan gejolak pihak external. Bayangkan saja, jika kita mengandalkan kekuatan komoditas kita berdasarkan harga pasaran internasional, pasar dunia tetap menjadi acuan dan sangat tergantung dengan kondisi external keberuntungan. Padahal keberuntungan tidak selalu datang, terkadang kita bisa dilibas, mengingat harga di pasaran internasional sangat fluktiatif. Berurusan dengan komoditas sah-sah saja sih, tetapi tetapi harus memperhitungkan segala aspek. Mulai dari tata niaga hulu ke hilir, mengingat pengelolaan sumber daya alam perlu upaya melestarikannya.
Dus,menyambung ulasan tersebut diatas , berbicara soal point investasi, memang dirasa perlu adanya reformasi regulasi demi menarik pelaku usaha melakukan investasi. Banyak peluang yang bisa digarap, dengan cara membuka industri padat karya untuk industri garmen, sepatu, mainan, tekstil, furniture dan sejenisnya.
Salah satu usaha pemerintah adalah melalui Undang-Undang Cipta Kerja. Berbagai relaksasi dan ketentuan baru dari UU cipta kerja diharapkan mampu memperbaiki daya saing investasi Indonesia yang dinilai masih lemah.
Sebagaimana Mentri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, pemerintah menyusun UU Cipta kerja untuk memangkas regulasi yang terlalu gemuk dan menghambat penciptaan lapangan pekerjaan. “ UU Cipta Kerja" mementingkan kepentingan rakyat dan menegaskan kepastian hukum yang dibutuhkan dalam penciptaan lapangan kerja” ujar Airlangga.
Dilansir dari Global Conpetiveness Report 2027-2018 dari Forum Ekonomi Dunia ( WEF) pada tahun 2019, menyebutkan faktor utama penghambat investasi di Indonesia adalah korupsi,disusul inefisiensi birokrasi, akses pembiayaan, infrastruktur, tidak memadai dan kebjiakan tidak stabil. Faktor peraturan tenaga kerja berada di urutan terbawah.
Tidak heran banyak penumpang gelap hari- hari ini, atas nama UU CIPTA KERJA karena ternyata inilah persoalan kemunduran pembangunan manusia.
Tidak ada salahnya kita mendorong laju industri dengan banyak membuka investasi dan tentunya merapihkan regulasinya. Mendorong laju industri manufaktur semaksimal mingkin agar kita tidak tergantung terus pada komoditas dan utang, mengurangi jumlah pengangguran.
Pekerjaan rumah pemerintah masih banyak , beberesan soal pandemi , pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan.
Referensi
*Fondasi tak Kokoh - M. Fajar Marta - Kompas 14 Okt 2020
*Awas penumpang gelap - Kompas 14 Okt 2020
*Konsumsi lesu, Investasi sulit tumbuh - Kompas 14 Okt 2020
*Ancaman Kemunduran Pembangunan - Kompas 14 Oct 2020
Comments