Etika dalam Pengambilan Keputusan: Refleksi atas Pernyataan Romo Magnis”



IMHO, my two cents .. 🙏
Romo Franz Magnis Suseno, seorang imam Katolik, pengajar filsafat, dan penulis, telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam berbagai bidang. 

Ijinkan saya memberi sedikit pandangan Romo Magnis akan pernyataan beliau tentang moral dan etika dalam berdemokrasi ketika beliau menjadi ahli yang dihadirkan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (2/4/2024).

Romo Magnis menjelaskan lima poin tentang pelanggaran-pelanggaran etika berkaitan dengan Pemilu 2024.

Pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres.
Romo Magnis menilai bahwa pendaftaran Gibran sebagai cawapres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah pelanggaran etika berat. Menurutnya, penetapan seseorang sebagai calon wakil presiden yang hanya dimungkinkan dengan suatu pelanggaran etika berat juga merupakan pelanggaran etika berat.

Keberpihakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Penyalahgunaan Kekuasaan.
Romo Magnis mengkritik keberpihakan Presiden Jokowi dan penyalahgunaan kekuasaan. Meskipun presiden boleh memberi tahu harapan kemenangan salah satu calon, menggunakan kekuasaan untuk mendukung paslon tertentu dan memakai kas negara untuk kepentingan kampanye adalah pelanggaran etika.

Nepotisme.
Romo Magnis menilai bahwa seorang presiden yang menggunakan kekuasaan untuk menguntungkan keluarganya sendiri adalah hal yang amat memalukan. Ini menunjukkan ketidakpedulian terhadap rakyat dan kurangnya wawasan seorang presiden yang seharusnya mendedikasikan hidupnya untuk kepentingan semua warga negara.

Pembagian Bantuan Sosial (Bansos).
Menurut Romo Magnis, Bansos bukan milik presiden, melainkan milik bangsa Indonesia secara keseluruhan. Mengambil bansos untuk dibagi-bagikan dalam rangka kampanye paslon tertentu diibaratkan sebagai tindakan pencurian dan merupakan pelanggaran etika.

Masalah Etika Politik
Romo Magnis adalah mengajak kita untuk merenungkan etika dan moralitas dalam politik serta memastikan bahwa tindakan pemimpin selalu berlandaskan pada prinsip yang baik dan benar

Secara keseluruhan, pandangan kritis Romo Franz Magnis Suseno dalam mengamati moral dan etika dalam konteks berdemokrasi sangat relevan. Berangkat dari kapasitas beliau sebagai guru bangsa, Romo Magnis memiliki tanggung jawab untuk membimbing dan memberikan wawasan kepada masyarakat. Kritiknya bertujuan untuk memperbaiki sistem dan memastikan bahwa nilai-nilai moral tetap terjaga dalam proses demokrasi.

Dalam pandangannya, Romo Magnis menyoroti ketidaksempurnaan dan tantangan yang dihadapi oleh sistem demokrasi. Keputusan politik dapat mempengaruhi moralitas dan etika, dan beliau mungkin berharap agar para pemimpin selalu mempertimbangkan dampak moral dari setiap keputusan yang diambil. Dengan demikian, Romo Magnis mengajak kita untuk merenungkan bagaimana nilai-nilai etika dapat membentuk dasar bagi tindakan politik yang lebih baik dan bertanggung jawab .

Apakah pendapat beliau akan menuai Kontroversi ? 
Ya, bagi sebagian orang menganggap kontroversial apalagi seorang rohaniawan berbicara tentang politik. Namun, Romo Magnis tampaknya melihat ini sebagai bagian dari panggilannya untuk membawa perubahan positif dalam masyarakat.
Mungkin bagi yang masih berpikiran sempit, rohaniawan Kristiani diharapkan fokus pada pelayanan dan kegiatan keagamaan..Namun bagi seorang rohaniawan yang menyandang sebutan  guru bangsa akan menjadi luar biasa ketika dia bisa membagikan wawasan tentang politik, tanpa harus merasa bahwa mereka dianggap  melampaui peran tradisional mereka. Dalam pengertian ini Saya menganggap bahwa pribadi seperti beliau memiliki kompetensi yang luar biasa dalam mencerdaskan pembelajaran  demokrasi di Indonesia.

Kritik Terhadap Kekuasaan
Kembali lagi pada poin Romo Magnis secara terbuka mengkritik tindakan-tindakan politik dan kebijakan pemerintah. Kritik ini dapat dianggap kontroversial karena melibatkan pemimpin negara dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi banyak orang.

Walau terkesan kontroversial, Romo Magnis tampaknya melihat perannya sebagai bagian dari panggilan untuk membawa perubahan positif dalam masyarakat.Beliau mungkin percaya bahwa melalui kritik dan pemikiran kritis, kita dapat memperbaiki sistem dan memastikan bahwa nilai-nilai moral tetap terjaga.

Jika kita menggunakan pena bedah biblis, panggilan ini dapat disamakan dalam konteks Perjanjian Lama sebagai suara kenabian yang bertujuan untuk membawa perubahan positif. Mari kita merujuk pada cerita Nabi Mikha dalam Perjanjian Lama. Nabi Mikha menggunakan suara kenabiannya untuk menentang penguasa yang korup, menyerukan keadilan, dan mengingatkan penguasa tentang tanggung jawab moral mereka. Beliau dengan tegas menegaskan bahwa kekayaan dan kekuasaan tidak boleh diperoleh dengan merugikan orang lain. Dalam konteks ini, suara kenabian Nabi Mikha mengajarkan kita tentang pentingnya moralitas, keadilan, dan integritas dalam kepemimpinan dan pemerintahan. 

Dialektika dan Pembelajaran.
Romo Magnis mungkin melihat dialog dan perdebatan sebagai sarana untuk belajar dan mengajar. Dialektika, sebagai metode berpikir kritis, memungkinkan kita untuk memahami berbagai sudut pandang dan mencari solusi yang lebih baik.

Pandangan bahwa orang yang mengaitkan Romo Magnis tidak cocok memberi komentar politik membuktikan kaum katak dalam tempurung alias kaum pemikir sederhana alias sempit.

Dalam bukunya yang berjudul “Etika Politik dan Iman dalam Tantangan”, Romo Magnis membahas pentingnya hubungan antara politik dan iman. Beliau meyakini bahwa politik tidak dapat dipisahkan dari iman, dan seorang pemimpin harus memiliki dasar moral yang kuat dalam melaksanakan tugasnya. 

Pandangan ini mengajak kita untuk merenungkan bagaimana nilai-nilai etika dan iman dapat membentuk dasar bagi tindakan politik yang lebih baik dan bertanggung jawab. Kompleksitas dalam menggabungkan peran rohaniawan dengan keterlibatan politik memang memerlukan pemahaman yang lebih mendalam dan keseimbangan yang bijaksana.

Kita mungkin masih mengingat, ketika Romo Franz Magnis Suseno, dalam kesaksian terkait kasus Bharada E atau Richard Eliezer  menunjukkan pemahaman mendalam tentang dilema moral yang dialami oleh terdakwa. Ini membuktikan bahwa beliau tidak hanya berbicara dalam teori, tetapi juga memahami kompleksitas situasi nyata.

Sebagai kontra, dalam kesaksian di sidang MK kemaren, Romo Magnis menyebut Presiden seperti pencuri bantuan sosial (bansos). Beliau mengibaratkan tindakan membagikan bansos untuk kampanye pasangan calon tertentu sebagai mirip dengan seorang karyawan yang diam-diam mengambil uang tunai dari kas toko, yaitu tindakan pencurian. Pernyataan ini menuai perdebatan dan tanggapan keras dari beberapa pihak.

Beberapa orang mungkin setuju dengan pandangan Romo Magnis, sementara yang lain mungkin menganggapnya berlebihan atau tidak sesuai. Namun semua pandangannya mengarah jepada kita untuk merenungkan etika dan moralitas dalam politik serta memastikan bahwa tindakan pemimpin selalu berlandaskan pada prinsip yang baik dan benar. 

Dialektika di ruang publik memang memainkan peran penting dalam memperkaya pemikiran kita dan memahami berbagai perspektif. Romo Franz Magnis Suseno, dengan kritiknya terhadap pelanggaran etika dalam pemilu 2024, mengajak kita untuk berpikir lebih mendalam dan mencari solusi yang lebih baik. Dengan menggunakan metode berpikir kritis ini, kita dapat memperkuat demokrasi dan memastikan bahwa keputusan politik didasarkan pada nilai-nilai moral dan etika yang kuat.

Pemikiran Romo Magnis mengingatkan kita bahwa dalam dunia politik, kita harus selalu mempertimbangkan dampak moral dan etika dari setiap tindakan. Dengan berbicara terbuka dan berpikir kritis, kita dapat membangun masyarakat yang lebih baik dan bertanggung jawab.

#pustakaaristoteles

Comments

Popular posts from this blog

Tjakrabirawa di malam kelam 1 Oktober 1965

Jalur Pendidikan HBS - Hogereburgerschool

Kampung Arab Pekojan