Kapitalisme Kolonial vs. Ekonomi Kerakyatan: Perdebatan Hatta & Vodegel Sumarnah

Kapitalisme Kolonial vs. Ekonomi Kerakyatan
Perdebatan Hatta & Vodegel Sumarnah

Dalam sejarah intelektual Indonesia, polemik antara Mohammad Hatta dan NJ Vodegel Sumarnah pada tahun 1939-1940 menjadi bukti bahwa perdebatan ekonomi bukan sekadar soal angka, tetapi menyangkut keadilan sosial dan masa depan rakyat. Polemik ini bukan sekadar debat akademik, tetapi merupakan manifestasi dari dua pandangan yang bertolak belakang mengenai ekonomi kolonial Hindia Belanda.

NJ Vodegel Sumarnah, seorang ekonom kolonial Belanda, berargumen bahwa sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di Hindia Belanda telah membawa kemajuan ekonomi. Menurutnya, industrialisasi, perdagangan, dan investasi asing memberikan manfaat bagi semua, termasuk rakyat pribumi, asalkan mereka bekerja keras dan mengikuti sistem yang ada. Pendek kata, Vodegel percaya pada meritokrasi dalam sistem kapitalis, siapa yang bekerja keras, akan sukses.

Mohammad Hatta menentang argumen ini. Menurutnya, kapitalisme kolonial bukanlah sistem yang netral, melainkan sistem yang sengaja dirancang untuk mengeksploitasi tenaga kerja pribumi dan menguntungkan segelintir elite kolonial. Ia menunjukkan bahwa rakyat pribumi tetap miskin dan tidak memiliki akses terhadap alat produksi, sementara keuntungan besar mengalir ke perusahaan-perusahaan Belanda. Kapitalisme dalam sistem kolonial, menurut Hatta, bukanlah pintu menuju kemajuan, tetapi jebakan yang memperdalam ketimpangan ekonomi.

Sebagai alternatif terhadap kapitalisme kolonial, Hatta memperkenalkan konsep koperasi,sebuah sistem ekonomi berbasis kebersamaan dan kemandirian rakyat. Menurutnya, koperasi memungkinkan rakyat pribumi untuk bekerja secara kolektif, memiliki alat produksi sendiri, dan tidak harus bergantung pada kapitalis asing. Dengan kata lain, koperasi adalah jalan menuju ekonomi yang lebih adil.

Namun, bagi Vodegel, gagasan ini terdengar utopis. Ia menganggap bahwa tanpa intervensi modal besar dan investasi asing, ekonomi pribumi tidak akan berkembang. Dari sudut pandangnya, koperasi hanyalah solusi jangka pendek yang tidak akan mampu bersaing dengan kekuatan kapitalisme global.

Meskipun polemik ini terjadi lebih dari delapan dekade lalu, substansinya tetap relevan hingga saat ini. Indonesia masih dihadapkan pada pertanyaan besar, apakah kita ingin membangun ekonomi berbasis modal besar yang dikendalikan oleh korporasi global, atau ekonomi berbasis rakyat yang lebih mandiri?

Di era modern, kita melihat bagaimana perusahaan raksasa mendominasi sektor ekonomi, sementara UMKM dan koperasi masih berjuang untuk mendapatkan akses modal dan pasar yang adil. Kita juga melihat bagaimana ketimpangan ekonomi semakin melebar, mengingat keuntungan besar sering kali terkonsentrasi pada segelintir elite, sementara rakyat kecil tetap berjuang untuk bertahan hidup.

Hatta sudah sejak awal memahami bahwa sistem ekonomi bukan hanya soal pertumbuhan, tetapi juga soal distribusi kesejahteraan. Jika kapitalisme hanya menciptakan kekayaan bagi segelintir orang dan mengabaikan kesejahteraan mayoritas, maka sistem ini hanya akan memperpanjang eksploitasi.

Polemik ini mengajarkan kita bahwa ekonomi bukan sekadar angka atau teori, tetapi juga soal keadilan sosial dan keberpihakan. Mohammad Hatta dengan tegas menolak kapitalisme yang eksploitatif dan menawarkan solusi berbasis kebersamaan. Sementara itu, Vodegel Sumarnah merepresentasikan pandangan kapitalis yang percaya bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama, meskipun kenyataannya sistem itu sendiri sudah dirancang untuk menguntungkan pihak tertentu.

Sejarah mencatat bahwa Indonesia akhirnya merdeka, tetapi pertanyaan yang diajukan dalam polemik ini tetap relevan: Ekonomi untuk siapa? Apakah ekonomi harus dikuasai oleh segelintir elite, ataukah dikelola untuk kepentingan rakyat banyak? Jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan masa depan bangsa kita.

Jakarta, 18 Maret 2025
Pustaka Aristoteles (Saskia UBAIDI)


Sebuah Catatan 
Polemik antara Mohammad Hatta dan NJ Vodegel Sumarnah pada tahun 1939-1940 merupakan bagian dari debat intelektual yang berkaitan dengan kondisi ekonomi, sosial, dan politik di Hindia Belanda. 

Polemik ini terutama terjadi di media cetak, di mana kedua tokoh ini saling beradu argumen mengenai kolonialisme dan kapitalisme. Polemik ini mencerminkan pertarungan intelektual antara ekonomi kolonial dan ekonomi kerakyatan, di mana Hatta berusaha membangun model ekonomi yang lebih adil bagi rakyat Indonesia.

Latar Belakang Polemik
 1. Mohammad Hatta adalah seorang ekonom dan pemikir nasionalis Indonesia yang berjuang melawan eksploitasi ekonomi kolonial serta mengembangkan gagasan ekonomi koperasi sebagai solusi bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
 2. NJ Vodegel Sumarnah adalah seorang ekonom dan pejabat kolonial Belanda yang membela sistem ekonomi kapitalisme kolonial dan kebijakan ekonomi pemerintah Hindia Belanda.

Pokok Polemik
 1. Sistem Kapitalisme Kolonial
 • Hatta mengkritik keras bahwa ekonomi di Hindia Belanda hanya menguntungkan Belanda dan segelintir elite, sementara rakyat pribumi tetap miskin dan tertindas.
 • Ia menegaskan bahwa kapitalisme kolonial tidak memberikan kesempatan bagi pribumi untuk berkembang secara ekonomi.
 2. Pembangunan Ekonomi dan Kebijakan Pemerintah Kolonial
 • NJ Vodegel Sumarnah berargumen bahwa ekonomi Hindia Belanda berkembang pesat karena sistem kapitalisme yang diterapkan.
 • Ia menekankan bahwa sistem ini membawa manfaat bagi semua penduduk, termasuk pribumi, meskipun tidak semua bisa merasakan manfaatnya secara merata.
 3. Koperasi sebagai Alternatif Ekonomi
 • Hatta mempromosikan koperasi sebagai solusi untuk membebaskan rakyat dari ketergantungan pada sistem kapitalisme kolonial.
 • Ia berpendapat bahwa koperasi memungkinkan rakyat mengelola ekonominya sendiri secara mandiri, tanpa harus bergantung pada kapitalis asing atau monopoli kolonial.
 4. Perspektif tentang Kemajuan Rakyat Pribumi
 • Vodegel Sumarnah mengklaim bahwa pribumi seharusnya lebih banyak belajar dan bekerja keras untuk maju dalam sistem yang sudah ada, bukan melawan sistem tersebut.
 • Hatta menolak argumen ini dan menegaskan bahwa masalahnya bukan pada mentalitas pribumi, tetapi pada struktur ekonomi kolonial yang memang dirancang untuk mempertahankan dominasi Belanda.

Dampak 
 • Polemik ini menunjukkan pertentangan ideologis antara nasionalis Indonesia dengan pejabat kolonial mengenai masa depan ekonomi Hindia Belanda.
 • Hatta berhasil memperkuat gagasan bahwa kolonialisme tidak hanya menindas secara politik, tetapi juga secara ekonomi.
 • Gagasan koperasi yang dikemukakan oleh Hatta kemudian menjadi dasar dalam pembangunan ekonomi Indonesia setelah kemerdekaan.



Comments

Popular posts from this blog

Jalur Pendidikan HBS - Hogereburgerschool

Kampung Arab Pekojan

Tjakrabirawa di malam kelam 1 Oktober 1965