Sekilas tentang Krisis Ekonomi 1997 –Jatuhnya Soeharto & naiknya Habibie
Sekilas tentang Krisis Ekonomi 1997 – Jatuhnya Soeharto & naiknya Habibie
Masih ingatkah
kita akan krisis ekonomi dan jatuhnya Suharto? Krisis ekonomi Asia dekade 90-an
sangat berdampak bagi Indonesia, utang swasta membumbung tinggi di luar negri.
Antara tahun 1992
dan 1997, 8% dari penambahan utang luar negeri Indonesia berdasarkan dari
pinjaman Swasta.
Menurut catatan World Bank 1998,utang luar negeri per maret
1998, secara keseluruhan mencapai US$ 138 milyar dimana sekitar US$72,5 miliar
adalah utang swasta yang dua pertiganya adalah utang jangka pendek.[1]
Akibat dari keadaan
ini, banyak pengusaha dalam negeri yang berutang dalam mata uang dolar pada
November 1997. Ditambah lagi, ketika jatuh tempo pembayaran utang, nilai rupiah
sedang mengalami penurunan pada tahun 1998, mereka berlomba-lomba membeli
dolar.
Tentu saja hal
ini, mengakibatkan nilai rupiah semakin terpuruk hingga mencapai Rp.17,000 per
Dolar Amerika. Memuncak pada 22 Januari 1998 mengalami depresiasi lebih dari
80% sejak 14 Agustus 1997.
Inilah krisis
moneter, yang melahirkan krisis ekonomi. Rupiah menjadi terpuruk secara luar
biasa, dan mengakibatkan pasar uang dan pasar modal ambruk.
Bank-bank Nasional
dalam kesulitan, mengalami penurunan dalam peringkat internasional. Surat Utang
pemerintah terus merosot. Ratusan perusahaan mulai dari skala kecil,menengah,hingga
besar mengalami pailit dan kebangkrutan yang tercatat lebih dari 70% di pasar
modal.
Perusahaan-perusahaan
yang mengalami kebangkrutan meliputi perusahaan-perusahaan sektor
Konstruksi,Manufaktur bahkan Perbankan. Status bangkrut menyebabkan gelombang
besar pemutusan hubungan kerja. Pengangguran pun melonjak ke level yang belum
pernah terjadi sejak tahun 1960an, yaitu sekitar 20 juta orang atau 20%
angkatan kerja.
Dampak Krisis
ekonomi memunculkan krisi politik. Masyarakat yang berharap pemerintah dapat
mengendalikan krisi mulai kehilangan asa. Demonstrasi terjadi
dimana-mana,menuntut Soeharto mundur dari jabatannya.
Puncaknya, 21 Mei
1998, setelah gagal mendapat dukungan dari tokoh-tokoh agama serta tokoh-tokoh MPR, akhirnya Soeharto 'Lengser Keprabon setelah 32 tahun berkuasa. Ia mengundurkan
diri dan digantikan oleh wakilnya Habibie.
Masalah utama
ketika itu adalah ekonomi. Habibie sebagai orang nomor satu harus mencari cara
memperbaiki keadaan ekonomi. Pilihan
adalah suntikan dana dari Dana Moneter Internasional (IMF).
Selain itu, krisis
politik yang berujung pada lengsernya Soeharto seperti membawa banyak
permasalahan. Warisan permasalahan akibat tangan besi oleh Soeharto harus segera
diselesaikan. Diantara permasalahan itu adalah masalah pelanggaran HAM,Korupsi, serta ketidakpuasan pembangunan yang terpusat di Jawa, sehingga membuat beberapa daerah ingin
merdeka dan memisahkan diri dari NKRI.
Meskipun mendapat
apresiasi karena menjalankan sejumlah reformasi, misalnya membuka kebebasan Pers. Habibie mencabut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) sehingga banyak media baru yang bermunculan pada masa reformasi. Dalam bidang Jurnalistik,aliansi Jurnalis Independen yang sebelumnya bergerak dibawah tanah dapat muncul secara resmi dan terbuka. Dalam urusan Politik, Undang_Undang no 3 1999 tentang Pemilu mendorong berdirinya partai-partai politik.
Habibie merubah posisi Bank Indonesia menjadi lebih independen. Habibie juga melakukan liquidasi dan rekapitulasi terhadap bank-bank swasta untuk menertibkan perekonomian. Di akhir tahun 1999,pemerintah meliquidasi 38 bank swasta, 7bank diambil pemerintah dan 9 mengikuti program rekapitulasi.
kriitik terhadap Habibie
adalah keputusan sepihak pemerintah mengadakan referendum di Timor Leste.
Langkah ii dianggap sebagai bentuk kekalahan Indonesia dalam diplomasi.
Presiden Habibie dianggap gagal menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Habibie dinilai
gagal dalam upaya pembrantasan korupsi. Kasus ini terutama berkaitan dengan
pengusutan harta kekayaan Soeharto. Pada 11 Oktober 1999, Jaksa Agung
mengeluarkan Surat perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap dugaan
korupsi Soeharto yang melibatkan yayasan-yayasan miliknya.
Habibie juga
menyetujui 50 persyaratan dari IMF supaya mendapatkan dana talangan. Habibie melakukan liberalisasi terhadap
ekonomi Indonesia. Peran Negara dikurangi dan perekonomian dijalankan melalui
Independensi BI dan privatisasi BUMN.
Terkait
Independensi BI, Januari 1999 Habibie gagal membuat institusi ini bekerja
secara professional dalam menangani Kasus Bank Bali.
Kasus Bank Bali
bermula pada pengalihan Cessie Bank Bali ke PT Era Giat Prima pada Januari
1999. Perjanjian itu ditujukan untuk mencairkan utang Bank Bali & tiga Bank
lain yaitu BDNI,BUN,dan Bank Bira
senilai Tiga Triliun rupiah.
Namun, Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) menetapkan dana bantuan dari BI hanya bisa
dicairkan Rp.904 miliar, sedangkan saat itu dana yang dibutuhkan mencapai
Rp.1,3 Triliun. BPPN meminta BI melakukan sisa pembayaran dana tersebut, tetapi
BI menolak dengan alasan bahwa sisanya merupakan bunga utang, yang berada
diluar tanggung jawab BI.
Sumber Pustaka : diambil dari berbagai sumber.
[1]
US$ 20 Milyar jatuh tempo tahun 1998,sementara pada saat itu cadangan devisa
tinggal sekitarcUS$ 144,4 ( World Bank 1998)
Comments