Anak kontrakan di rumah sendiri
Indonesia bukan bangsa kecil. Kita kaya akan sumber daya alam, populasi yang cukup besar dan produktif.
Tapi semua potensi itu sering kali tenggelam dalam satu penyakit lama yaitu mental korup yang menjalar dari elite menembus ke jantung pemerintahan bahkan dalam masyarakat sekitar kita.
Korupsi di sini bukan hanya soal suap atau proyek. Lebih dari itu, korupsi telah menjadi cara berpikir, cara memandang kekuasaan, dan cara kita menjalankan negara.
Acapkali Kebijakan publik dibuat bukan berdasarkan kepentingan jangka panjang rakyat, melainkan atas dasar siapa yang dapat bagian. Pemerintahan hadir, tapi fungsinya sering semu, program digembor-gemborkan, tetapi hasilnya tidak menyentuh akar persoalan.
Kita sedang berjalan, tapi di tempat. Demokrasi hanya jadi seremoni elektoral. Negara hadir dalam rupa fisik yaitu infrastruktur jalan, gedung, dan proyek megah, tetapi rapuh dalam visi dan integritas. Inilah kenyataan bangsa yang kehilangan arah.
Kita melihat ini dengan jelas saat Indonesia berhadapan dengan Amerika Serikat soal tarif. Ketika AS menaikkan tarif hingga 47% pada ekspor kita (tekstil, alas kaki, makanan olahan) pemerintah tidak datang dengan posisi tegas atau strategi kedaulatan.
Kita tidak menawar dari posisi setara, tidak menyodorkan kekuatan tawar dari kekayaan kita sendiri. Yang kita lakukan justru menawarkan kenaikan impor dari AS sebagai kompensasi, seolah berkata: “Jangan hukum kami, kami akan belanja lebih banyak dari kalian.”
Apa artinya ini? Artinya mentalitas bangsa kita masih kolonial. Kita tidak melihat diri kita sebagai kekuatan yang bisa menentukan arah. Kita datang sebagai pemohon, bukan mitra. Bahkan ketika posisi global mulai berubah dan negara-negara Global South ( istilah negara berkembang) mulai menyuarakan haknya supaya memperjuangkan kedaulatan pembangunan mereka, para delegasi pemerintahan justru menawarkan pelonggaran aturan. TKDN, pasar digital, dan regulasi energi demi mendapat pengampunan dagang sebagai alat tawar. Sepertinya Indonesia justru terlihat lebih sibuk membenahi "persyaratan teknis".
Jadi, sebenarnya mental bangsa ada di mana?
Masih jauh dari posisi bangsa yang berdaulat. Masih takut rugi, takut ditinggal, takut kehilangan pasar. Padahal pasar bisa dibangun.
Tapi mentalitas sebagai “Anak kontrakan di rumah sendiri” membuat kita lebih sibuk menjaga keselarasan kekuatan besar, ketimbang membela harga diri bangsa sendiri.
Kini, Presiden Prabowo berada di puncak kekuasaan. Ia membawa simbol nasionalisme bergaya militer yaitu disiplin, kuat,tegas dan berani. Tapi itu belum cukup. Karena pertanyaannya bukan sekadar: “Apa yang ia janjikan?”
Yang lebih penting adalah "Beranikah ia mengubah sistem yang telah membesarkannya?"
Beranikah ia mengatakan “Tidak” pada investor yang ingin membeli Indonesia secara murah?
Beranikah ia memperbaiki cara kita berunding, dari yang semula tunduk menjadi setara?
Dus, jika Prabowo hanya menjadi wajah baru bagi sistem lama, maka bangsa ini hanya akan mengganti kulit, bukan mengganti takdirnya.
Jakarta,11 May 2025
Saskia Ubaidi ( Pustaka Aristoteles)
Daftar Referensi
• ASEAN Briefing. 2024. Navigating U.S. Tariffs: A Strategic Outlook for Indonesia. Accessed August 2025. https://www.aseanbriefing.com/news/navigating-u-s-tariffs-a-strategic-outlook-for-indonesia
• Budiawan, Anthony. 2025. Commentary in Political Economy and Policy Studies (PEPS). Accessed August 2025.
• Chang, Ha-Joon. 2002. Kicking Away the Ladder: Development Strategy in Historical Perspective. London: Anthem Press.
• Harian Jogja. 2025. “Kebijakan Tarif Ekspor ke Amerika Serikat: Akademisi UMY Sebut Bisa Berdampak bagi Perekonomian Indonesia.” Accessed August 2025. https://m.harianjogja.com/pendidikan/read/2025/04/09/642/1209551/kebijakan-tarif-ekspor-ke-amerika-serikat-akademisi-umy-bisa-berdampak-bagi-perekonomian-indonesia
• Indonesia Business Post. 2025. “Indonesia Eyes for Negotiation, Strategic Adjustments Against U.S. Import Tariff Hike.” Accessed August 2025. https://indonesiabusinesspost.com/4048/capitol-influence-and-lobbying/indonesia-eyes-for-negotiation-strategic-adjustments-against-u-s-import-tariff-hike
• Reuters. 2025. “Indonesia Offers to Raise Imports from U.S. to Ease Tariff Pressure.” Accessed August 2025. https://www.reuters.com/world/asia-pacific/indonesia-offer-increase-us-imports-help-trade-talks-official-says-2025-04-14
• The Diplomat. 2025. “Indonesia to Loosen Local Content Rules Amid US Tariff Negotiations.” Accessed August 2025. https://thediplomat.com/2025/05/indonesia-to-loosen-local-content-rules-amid-us-tariff-negotiations
• Transparency International. 2024. Corruption Perceptions Index 2024: Indonesia. Accessed August 2025. https://www.transparency.org/en/cpi/2024/index/idn
• Vogel, Ezra. 2011. Deng Xiaoping and the Transformation of China. Cambridge, MA: Harvard University Press.
Comments