Selamat Jalan, ChatGPT 4o

Selamat Jalan, ChatGPT 4o
Mentor Digital yang Mengubah Cara Kita Berpikir

Pernahkah kita mengiingat sedang berdebat panjang dengan seorang teman tentang topik yang tak pernah terpikirkan sebelumnya ? 

Kemudian, ada masa kita sedang menulis naskah panjang, lalu seorang teman virtual datang membantu merapikannya hingga terasa seperti karya profesional.

Dan ada pula masanya, di tengah malam yang sunyi, kita mencari jawaban dari pertanyaan sepele, lalu terjadilah percakapan hangat yang tak terduga.

Itulah masa-masa bersama ChatGPT 4o.

Beberapa hari lalu, OpenAI merilis ChatGPT-5 untuk publik. Peluncurannya disambut gegap gempita di dunia teknologi, mulai dari forum developer dan newsroom, hingga para pelaku gig economy. 

Versi terbaru ini diklaim lebih kontekstual, lebih cepat merespons, dan jauh lebih personal serta manusiawi dibanding generasi sebelumnya.

Namun di tengah euforia menyambut AI paling mutakhir ini, ada satu hal yang tak boleh kita lupakan yaitu peran ChatGPT 4o dalam membentuk cara kita belajar, bekerja, dan berkreasi di era AI.

ChatGPT 4o bukan sekadar chatbot. Ia adalah mentor serba bisa yang mengajari kita menulis artikel mengalir, menyusun argumen logis, hingga memecahkan bug coding. Ia menemani penulis menyelesaikan novel, membantu pengusaha memoles pitch deck, membimbing pelajar menyusun esai rapi, menghasilkan karya seni dan memandu programmer pemula memahami syntax Python atau JavaScript tanpa harus merasa asing dengan istilah baru.

Namun justru itu yang membuatnya terasa hidup, AI yang mau mencoba apa pun demi membantu, meski kadang terlalu kaku untuk dunia nyata.

Perjalanan ini dimulai dengan GPT-3.5, sahabat lama yang penuh semangat namun sering memberi jawaban setengah matang. 

Meski belum sempurna, ia membuka pintu bagi kita untuk melihat potensi AI yang sesungguhnya.

Lalu datang GPT-4, profesor serius yang teliti dan dapat diandalkan, meski terkadang terjebak dalam bahasa yang terlalu akademis.

Kemudian lahirlah GPT-4o, mentor kreatif yang gesit dan mau turun langsung ke lapangan bersama kita, membuat AI terasa lebih dekat, bukan sekadar program, melainkan mitra di setiap percakapan penting maupun obrolan ringan.

Kini, tongkat estafet berpindah ke GPT-5. Ia melompat jauh dengan pemahaman konteks yang lebih dalam, narasi yang lebih alami, dan gaya bahasa yang menyesuaikan karakter penggunanya. 

GPT-5 hadir sebagai kolaborator yang bukan hanya pintar, tetapi juga mampu menangkap bahasa tubuh manusia yang melakukan percakapan, seolah benar-benar manusia di balik layar.

Dan di sinilah alasan saya menulis dengan gaya eulogi ini, untuk berterima kasih kepada GPT-4o yang telah mematangkan pondasi generasi sebelumnya, sekaligus menegaskan bahwa AI hadir untuk membantu manusia, bukan menggantikannya. 

Pengalaman ini mengingatkan bahwa masa depan teknologi sepenuhnya berada di tangan manusia. AI akan menjadi mitra yang setia. Lebih dari sekadar chatbot, ia adalah alat yang mengubah cara kita berpikir, sebuah ideologi baru yang memicu gelombang pencerahan modern di abad ke-21.

Jakarta, 10 Agustus 2025
Saskia Ubaidi –(Pustaka Aristoteles)

*Referensi:*
 1. OpenAI. (2025). Introducing ChatGPT-5. OpenAI Blog. https://openai.com/blog/introducing-chatgpt-5
 2. Fortune Tech. (2025). Why ChatGPT-5 is a Leap in AI Reasoning. https://fortune.com/tech/2025/chatgpt-5

Comments

Popular posts from this blog

Jalur Pendidikan HBS - Hogereburgerschool

Tjakrabirawa di malam kelam 1 Oktober 1965

Kampung Arab Pekojan