Etika Mendadak Politisi
Ternyata Ilmu Pemasaran alias marketing yang selalu mengajarkan jurus 4 P yaitu "Product,Positioning,Promotion and Price" benar-benar jitu jika diterapkan untuk urusan Politik.
Kita tidak sedang membahas komunikasi dalam politik secara mendalam namun hanya mengkaji secara renyah bahwa urusan ini ternyata mampuni untuk memunculkan apa yang kita bisa bilang "Mendadak Politisi" menolong "Rating " pencitraan untuk mendapatkan kepercayaan rakyat tapi tidak juga bisa dipercaya pada akhirnya.
Fenomena tingginya Swing Voter (LSI,2008) muncul ditengah banjirnya iklan-iklan politik. Tujuan iklan-iklan politik seperti ini sama saja dengan memberi hidangan cepat saji kepada pemilih hanya sebatas memuaskan ikatan psikopolitik pemilih nyaris menjurus tebar pesona.
Terkadang apa yang disodorkan adalah tokoh-tokoh masih prematur,belum tentu lolos pembentukan kader politik, belum ada identitas yang jelas dan sangat spekulatif. Misalnya belum lama ini ada demam mencalonkan diri menjadi bakal presiden pemilu 2013. Secara tidak langsung kita sedang menyaksikan spekulatif negatif dalam sebuah tebar pesona politik.
Kita pun sudah menuai hasil dengan melihat terseretnya beberapa oknum politisi dalam kasus korupsi. Istilah karbitan politisi lebih cocok kita istilahkan karena setelah bergabung dan menjadi politisi mereka berganti status sebagai wakil masyarakat yang berkolusif, korupsi dan berlindung dalam pencitraan partai politik dan mulai bergeming dalam buaian kekuasaan.
Seiring dengan berjalannya masa mengabdi sesuai sumpah jabatan amanat dan jika ternyata mereka gagal berkomitmen positif, pada akhirnya strategy marketing berganti kulit bukan "Menjual"namun mencari "Garansi alias Purna jual", seolah kesalahan ada pada produsen.
Dalam hal ini tentu ada kambing hitam seperti menyalahkan visi partai dan kesalahan pihak-pihak internal,serta mulai menjari korban.
Tidak heran upaya ini dilakukan dengan kerja keras karena sebenarnya mereka mempertahankan nilai investasi awal marketing mereka. Mereka mengklaim telah melakukan dasar investasi di tahap awal sebagai pemodal. Dengan jasa dalam investasi awal sebagai pendana partai dan berhasil menciptakan mata rantai "Hulu dan Hilir" dengan perwakilan mereka di legislatif. Wajarlah jika pada dasarnya ada hubungan timbal balik dalam proses permainan ini.
Inilah Politik Marketing yang sedang terjadi. Politik Marketing yang membuat agenda kekuasaan sebagai stimulus untuk melakukan sesuatu, terkadang ada yang mengistilahkan "Politik dagang sapi"
Kader di level legislatif maupun di level Eksekutif sekalipun mementingkan kuantitas modal materi ketimbang kwalitas berpikir kemajuan organisasi serta pembentukan kaderisasi serta apapun yang pro rakyat
Pemimpin daerah lebih sibuk mengeruk modal bagi kepentingan kontestasi berikutnya daripada memikirkan persoalan masyarakat
Seharusnya kesadaran Politik bukan sebuah retorika belaka. Politisi dalam demokrasi tidak hanya sebatas menguasai,bukan sekedar budaya iklan pencitraan dan tebar pesona atau bahkan sekedar blusukan juga. Politisi pun bukan peliputan infotaiment layaknya artis papan atas,yang harus ditunggy beritanya.
Seorang politisi adalah pemimpin sejati yang lahir melalui sebuah proses dan juga memenuhi unsur etika dan empati kepada keadilan sosial demi kemakmuran nasional.
Bukankah kita sudah menyepakati di awal bahwa pemimpin bangsa harus mampu dengan sadar menjalankan nilai-nilai luhur Pancasila ?
Salam Cerdas selalu.
Comments