Pendidikan cerdas santun ” Bebas label”

Menanggapi maraknya pembicaraan seputar pendidikan nasional ditanah air, seolah tak pernah putus dijadikan bahasan publik. MK telah menetapkan untuk mengabulkan permohonan uji materi atas Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur soal Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
Dampak dari keputusan itu adalah dihilangkannya RSBI dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Putusan ini dikeluarkan oleh MK setelah menimbang bahwa keberadaan RSBI dan SBI tidak sesuai dengan konstitusi yang ada.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan adalah biaya yang mahal mengakibatkan adanya diskriminasi pendidikan. Selain itu, pembedaan antara RSBI-SBI dan non RSBI-SBI menimbulkan adanya kastanisasi pendidikan.
Penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam tiap mata pelajaran di sekolah RSBI-SBI juga dianggap dapat mengikis jati diri bangsa dan melunturkan kebanggaan generasi muda terhadap penggunaan dan pelestarian bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa.
Boleh saja kita memerima pertimbangan-pertimbangan diatas , tetapi sebenarnya apa maksud dan tujuan diadakannya terkait RSBI/SBI pada awalnya.
Ketika terjadi kesepakatan sistem pendidikan berbasis internasional ingin diterapkan dalam bungkus RSBI/ SBI, apa yang dijadikan tolak ukur konsep/sistem tersebut.
Setelah implementasi program ini dinyatakan bubar, bisakah kita mengartikan makna dari standar internasional yang ingin didapatkan. Apa karena hanya sekedar penggunaan Bahasa Inggris sebagai pengantar lalu menjadi alasan pemakaian label internasional untuk pencitraan sekolah favorit kalangan atas ? Atau pendidikan yang bersifat nasional namun memiliki tambahan standard pendidikan negara maju.
Lalu dimana sebenarnya Standard kompetisi yang diharapkan? apakah sebatas nilai standar yang lebih tinggi? dibandingkan dengan siswa sekolah biasa karena memiliki kemampuan lebih mampuni dalam berbahasa asing? atau mampu berkompetisi diajang global.
Kita tidak memungkiri, kemampuan berbahasa asing memang sebuah fenemena dikaitkan dengan era globalisasi.
Namun harus kita ingat, “Bahasa Inggris” bukanlah bahasa yang umum digunakan di suatu lingkungan masyarakat Indonesia di bagian manapun sehingga anak tidak bisa begitu saja dipaksa mempelajari bahasa Inggris. Secara kultur, di Indonesia juga terdapat kondisi multilingual, yaitu keberadaan bahasa daerah. Bahasa daerah adalah bahasa yang sering didengar anak dalam percakapan sehari-hari di lingkungan masyarakatnya.
Sedangkan untuk academic language atau kemampuan bahasa akademik (kemampuan anak membaca, menulis, berpikir, dan memahami sesuatu) anak membutuhkan waktu sekitar empat sampai sembilan tahun untuk belajar menguasainya. Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional yang digunakan di dalam semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa akademik penduduk Indonesia adalah bahasa Indonesia.
Jadi bukankah seharusnya fokus sistim pendidikan pembelajaran diawali dengan tujuan mengembangkan keterampilan berbahasa akademik. Dengan demikian anak dapat menguasai konsep bahasa dimulai dalam bahasa Indonesia dulu kemudian dilanjuti dengan Bahasa Inggris. Fondasi berbahasa yang baik mengantarkan pengertian dan penyerapan materi ajar, yang dalam pelaksanaannya diperlukan berbagai sikap, diantaranya ulet, tekun, tidak mudah menyerah dan disiplin sehingga tercapai unsur standar kompetensi,standar penilaian dan standar kelulusan.
Penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar di sekolah RSBI merupakan bahasa akademis yang berbeda dengan bahasa sehari-hari. Butuh waktu lama untuk memiliki kemampuan bahasa akademik daripada bahasa informal sehari-hari.
Pemikiran seputar Pendidikan Nasional bukan saja sekedar wacana teknis penyelenggaraan pendidikan seperti embel-embel perlu atau tidaknya sekolah rintisan berlabel internasional, persoalan kucuran dana pendidikan dan melaksanakan kebijakan pendidikan atau hal lainnya.
Namun apakah pendidikan kita sudah mencerdaskan anak bangsa melalui pemerataan kesempatan belajar sehingga menghasilkan generasi masa depan berkwalitas. Bagaimana menjangkau semua lapisan anak bangsa sehingga mampu mengenyam pendidikan, dan sebakunya pendidikan yang bermutu dan berkompetensi.
Bagaimana terobosan mempersiapkan peserta didik yang berkwalitas untuk menghadapi era pasar bebas. Kapan pendidikan sekolah yang mutunya berkwalitas tanpa harus diberi “Judul”, Bab, label,stigma, maaf bahkan agama,ideologi,faham, aliran.
Kembalikan kepada porsi generik apa itu pendidikan yang mencerdaskan bangsa dan bisa dinikmati anak bangsa.
Kita tidak boleh lengah dalam memonitor dan mengidentifikasikan kemungkinan munculnya permasalahan pendidikan, dan negara perlu langkah nyata agar anak bangsa bisa menikmati pendidikan cerdas namun santun juga ” Bebas label”
Comments