Buruh, Pekerja, Tenaga Kerja atau Karyawan ?
Buruh, Pekerja, Tenaga Kerja atau Karyawan pada dasarnya adalah manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang maupun bentuk lainya kepada Pemberi Kerja atau Pengusaha atau majikan.
Pada dasarnya, buruh, pekerja, tenaga kerja maupun karyawan adalah sama. Namun dalam kultur Indonesia, "Buruh" berkonotasi sebagai pekerja rendahan, hina, kasaran dan sebagainya. Sedangkan pekerja, tenaga kerja dan karyawan adalah sebutan untuk buruh yang lebih tinggi, dan diberikan cenderung kepada buruh yang tidak memakai otot tapi otak dalam melakukan kerja.
Akan tetapi pada intinya sebenarnya keempat kata ini sama mempunyai arti satu yaitu Pekerja. Hal ini terutama merujuk pada Undang-undang Ketenagakerjaan, yang berlaku umum untuk seluruh pekerja maupun pengusaha di Indonesia.
Saya lebih suka menggunakan istilah pekerja ketimbang buruh, karena pekerja adalah salah satu aset penting negara, dan perusahaan dalam menggerakan roda ekonomi. Buruh mengingatkan saya pada stigma feodal yang sangat mengikat pada perjalanan sejarah bangsa kita ketika diajajah pemerintahan kolonial.
Ya , Pekerja adalah bagian utama dari angkatan kerja Indonesia, oleh karenanya pekerja harus sejahtera supaya bisa tetap produktif dalam menggerakan roda ekonomi Indonesia.
Sebanyak 10 tuntutan buruh disampaikan Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal di Jakarta, Kamis, setelah melakukan orasi di depan Istana Merdeka dalam aksi unjuk rasa Hari Buruh 2015.
Sebut saja , naikkan upah minimum 2015 sebesar 30 persen, hapus kebijakan penangguhan upah minimum, jalankan jaminan pensiun wajib bagi buruh pada Juli 2015, jalankan jaminan kesehatan seluruh rakyat dan menggratiskan untuk buruh dengan cara cabut Permenkes 69/2013 tentang tarif, ganti INA CBG's dengan Fee for Service, audit BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Selanjutnya mereka menuntut penghapusan sistem outsourcing, khususnya outsourcing di BUMN dan pengangkatan sebagai pekerja tetap, sahkan UU PRT dan revisi UU Perlindungan TKI nomor 39 Tahun 2004 serta RUU Perawat, cabut UU Ormas ganti dengan RUU Perkumpulan, pegawai dan guru honorer menjadi PNS, serta subsidi Rp1 juta perorang perbulan dari APBN untuk guru honorer dan seluruh pekerja honorer.
Tuntutan lain, yakni alokasikan APBN untuk program transportasi publik gratis dan pendidikan gratis hingga perguruan tinggi serta sediakan perumahan murah buruh dan rakyat, dan program penguatan peran serikat pekerja.
Tapi pernahkah kita berfikir, terkait hari buruh ini, masih banyaknya pengangguran di Indonesia yang tidak pernah terselesaikan. Inilah cikal bakal penyakit sosial, sebuah epidemi kronis untuk bangsa, karena rakyat, terutama para pencari kerja menjadi resah dan kerap melakukan kegiatan yang berdampak negatif bagi masyarakat.
Selain itu pun, kita perlu mengaku prihatin dengan banyaknya Tenaga kerja Indonesia baik pria dan wanita di luar negeri yang saat ini bermasalah dan belum mendapatkan perlindungan serta bantuan yang maksimal dari negara. Banyak TKI/TKW di luar negeri yang terancam hukuman mati dan tidak mendapatkan bantuan hukum dari pemerintah Indonesia. Mereka hanyalah orang-orang sederhana bermodalkan minimnya derajat pendidikan, mungkin bukan cendikiawan karena kurang cerdas dalam bernalar. Spontanitas demi menyambung kehidupan yang lebih baik tanpa berfikir panjang bagaimana kehidupan mereka di tanah bangsa lain.
Kemanakah rasa kemanusian kita terhadap sesama penghuni bumi
Nusantara, jika saudara sebangsa kita dilecehkan dengan cara-cara
seperti itu. Walaupun tidak bersaudara secara genetika, namun rasa persaudaraan kita setanah air yang sama-sama hidup dalam bumi
pertiwi ini haruslah mendekatkan kita untuk mulai berfikir tentang kepedulian atas pekerja-pekerja migran ini.
Tepat sekiranya peringatan hari buruh ini kita renungkan lebih dalam, apakah kerja sama antara buruh dan pengusaha selama ini sudah menghasilkan keuntungan yang setara. Sebab, hanya dengan keuntungan yang setara itulah, kesejahteraan di kalangan buruh maupun keuntungan pengusaha, bisa diselaraskan serta harga diri kita sebagai anak bangsa pun tidak terinjak-injak di negeri lain.
Comments