Pekerja Migran - Edukasi dan Keadilan Sosial.
Masih seputar hari pekerja kemarin, dan teringat saya akan kisah-kisah para buruh migran nun jauh sana, dan harapan pada hari Pendidikan Nasional yang kita peringati hari ini. Dalam hati saya, kita tidak bisa menyalahkan siapapun jika hal ini terjadi -sengketa pekerja-edukasi-dalam kehidupan bernegara kita. Secara Makro harus ada tindakan konkrit dan jelas - untuk apa sebenarnya makna Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Wajar sekali, inilah hidup dalam sebuah lingkaran "Ekonomi kapitalisme" yang berkuasa ditempat mereka merantau. Itulah makna hukum Supply & Demand- Ada yang
butuh pekerjaan & ada yang
menyediakan – Ada yang membayar, ada yang mau menerima tawaran alias dibayar. Mereka terselebung dalam sebuah kepentingan
bersama, majikan, buruh dan upah.
Terkadang kepentingan ini menjadi bias tidak rasional
ketika tidak memperhatikan rasa
kemanusian, karena terpuaskan dengan upah yang mereka terima. Jika pada akhirnya pada titik jenuh bermuara
kepada konflik, alih-alih negara dipersalahkan karena tidak memayungi hukum
yang tepat. "Ibarat buah simalakam ?" dimakan 'pekerja mati tidak dimakan negara dimaki" cermati dua sisi mengapa konflik
pekerja migran seolah tak kunjung terpecahkan.
Inilah stigma pembodohan yang secara merata. Bangga dengan menjadi pekerja migran entah legal atau haram istilahnya, yang penting pulang membawa uang dan merasa bangga karena bisa mendapatkan hidup yang lebih layak. Walau tidak menutup kemungkinan pulang ketanah air membawa tambahan bayi,balita sebagai anggota keluarga ,tambahan lebam-lebam,bahkan maaf pulang tanpa nyawa.
Ternyata nilai edukasi bangsa kita masih minim karena masih sebatas kerongkongan turun ke
perut alias bisa makan – bisa hidup – dan bisa merantau jauh karena perbaikan hidup. “Mediocre
Sydrome “ mereka tidak bisa
disalahkan – Paradigma anak bangsa harus mulai diluruskan .
Kita tidak bisa menjadi bangsa “ sekedarnya “ alias sekedar
makan, sekedar hidup, sekedar menikmati”, namun kita harus mampu menjadi bangsa
yang melintas cakrawala, mampu menoreh sejarah peradapan baru bahwa
pergerakan kebangsaan kita sudah melewati pembodohan dan mampu menjadi terbak.
Negara patut memikirkan lapangan pekerjaan yang layak dan
menyediakan sarana pendidikan yang mendukung ketrampilan mereka di lapangan
kerja. Kembalikan Tanah dan pertanian menjadi lapangan pekerjaanan di Bumi Pertiwi, kembalikan nelayan-nelayan kita yang notabene adalah pelaut yang handal. Kembangkan wacana dan program implimentasi revitalisasi Pertanian, kembalikan kejayaan khasanah
hasil laut ,budayakan Pembangunan maritime berkelanjutan, eksplorasikan kekayaan bangsa kita dengan sikap elegan, mandiri dan perkuat ketahanan pangan bangsa.
Hargailah perjalanan Bangsa Indonesia yang akan memasuki tahun kemerdekaan 69 tahun dengan memutahirkan perangkat-perangkat pembangun bangsa dengan kekinian.
Oleh karena itu Perguruan tinggi harus bisa menjadi tempat persemaian " Menjadi persemaian lintas budaya dan disiplin ilmu pengetahuan "
Meski semua tahu tentang ilmu yang diperlajarinya, ia pun bisa menjadi buta untuk hal lainnya. Kalau kita menjadi "orang buta" maka kita akan menjadi kecewa bila diperosokkan ke dalam lubang yang menganga di depan kita.
Menyadari hal ini, maka kita boleh mengharap akan ada orang lain yang secara sukarela mau membantu. Inilah agen perubahan yang kita perlukan suatu bahasan tentang revitalisasi Pangan, terobosan untuk memadukan masalah teknis ekonomis pertanian - perikanan/ maritim supaya menjadi fondasi meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Benih yang akan menentukan masa depan yang memakannya. " You are what you eat "Mari kita tunggu dialog peradapan ini.
Majukan Revitalisasi Pangan & Maritim - Perkuat ketahanan pangan bangsa _ Majukan peran pekerja cerdas di Indonesia - jangan mau menjadi budak dinegara lain, jadilah tuan dinegara sendiri.
Salam Perubahan- Selamat Hari Pendidikan Nasional 2014.
Comments