Marhaen dan Rakyat Merdeka"...


Sarwono adalah seorang petani miskin yang tinggal di sebuah desa di Jawa Barat pada masa jaman era kolonial dijajah Belanda. 

Ia bekerja keras setiap hari untuk menggarap sawah warisan leluhurnya dengan bermodalkan beberapa alat pertanian sederhana seperti cangkul, bajak dan gerobak. 

Meskipun ia memiliki alat produksi sendiri, ia tidak bisa menikmati hasil kerjanya sepenuhnya. Sebagian besar hasil panennya harus diserahkan kepada tuan Van Pleg yang notabene pemungut pajak atas pengelolaan tanah. Ia juga harus menghadapi resiko cuaca yang tidak bersahabat seperti banjir, kemarau sampai masalah hama wereng.

Suatu hari, saat ia sedang mencangkul di sawahnya, ia melihat seorang pemuda bersepeda mendekatinya dan mengajak berbicara. Pemuda itu mengenakan pakaian rapi dan berkacamata. Ia menanyakan nama dan pekerjaan Sarwono dengan ramah.

"Selamat siang, Bapak. Nama saya Suryo. Saya mahasiswa teknik di Bandung. Boleh saya tahu nama dan pekerjaan Bapak?" tanya Suryo.

"Selamat siang, Nak. Nama saya Sarwono. “Saya petani di sini. Ini sawah warisan leluhur saya." jawab Sarwono.

“Itu bagus sekali, Bapak. Saya kagum dengan Bapak yang memiliki sawah sendiri." puji Suryo. “Terima kasih, Nak. Tapi hasilnya tidak seberapa. Saya harus bayar pajak kepada tuan tanah asing. Belum lagi biaya pupuk, dan bibit. Kadang-kadang saya tidak punya cukup uang untuk makan dan sekolah anak-anak." keluh Sarwono.

Suryo merasa prihatin dengan nasib Sarwono yang masih terjajah oleh belanda. Ia pun mengajak Sarwono untuk bergabung dengan pergerakan kemerdekaan yang bertujuan untuk membebaskan tanah air dari penjajahan Belanda.

"Bapak Sarwono, saya mau mengajak Bapak untuk bergabung dengan pergerakan kemerdekaan. Kita harus bersatu dan berjuang untuk merebut kembali hak-hak kita sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Kita harus menuntut keadilan sosial dan kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat. Kita adalah Rakyat Merdeka, yaitu orang-orang yang memiliki alat produksi sendiri namun masih tertindas oleh sistem kolonial." ajak Suryo.

"Tapi Nak, apa yang bisa saya lakukan? Saya hanya petani biasa. Saya tidak punya senjata atau ilmu apa-apa. Bagaimana saya bisa melawan pemerintahan kolonial yang kuat dan kejam? Apa yang akan terjadi pada keluarga saya jika saya ditangkap atau dibunuh?" tanya Sarwono.

"Bapak tidak sendirian, Pak Sarwono. Kita semua bersama-sama dalam perjuangan ini. Kita punya banyak teman dan saudara di seluruh tanah air yang siap membantu kita. 

Kita punya pemimpin yang bijaksana dan berani yang akan membimbing kita. Namanya Raka, dia adalah ketua Partai Merdeka yang saya ikuti. Dia adalah seorang mahasiswa teknik seperti saya, tapi dia juga seorang pemikir dan orator yang hebat." jelas Suryo.

"Kalau begitu, apa yang harus saya lakukan?" tanya Sarwono.

"Bapak cukup datang ke kantor Partai Merdeka di Bandung besok sore. Di sana Bapak akan bertemu dengan Raka dan teman-teman lainnya. Mereka akan menjelaskan lebih lanjut tentang pergerakan kemerdekaan dan apa yang bisa Bapak lakukan untuk berkontribusi. 

Bapak juga bisa mengajak teman-teman petani lainnya untuk ikut serta dalam pergerakan ini. Semakin banyak orang yang bergabung, semakin kuat kita." jawab Suryo.

Suryo pun memberikan alamat kantor Partai Merdeka kepada Sarwono. Ia juga memberikan nomor telepon jika Sarwono ingin menghubunginya.

"Ayo Pak Sarwono, jangan ragu lagi. Ini adalah kesempatan kita untuk mengubah nasib kita dan bangsa kita. Kita harus berani dan pantang menyerah. Kita adalah Rakyat Merdeka, kita harus hidup merdeka atau mati merdeka." ujar Suryo sambil mengacungkan tinjunya.

Sarwono pun terpikat dengan kata-kata Suryo. Ia bersedia untuk bergabung dengan pergerakan kemerdekaan dan menjadi anggota Partai Merdeka yang dipimpin oleh Raka. 

Ia juga mengajak teman-teman petani lainnya untuk ikut serta dalam pergerakan kemerdekaan. Mereka semua bersemangat untuk memperjuangkan kemerdekaan tanah air dengan jiwa Rakyat Merdeka.

————-🙏

Sebuah cerita berjudul "Marhaen dan Rakyat Merdeka" yang menceritakan kisah perjuangan Sarwono dan Suryo untuk membebaskan tanah air dari penjajahan asing dengan sebuah fiksi satire dengan semangat Marhaenisme. 

Refleksi dari pengalaman masa lalu bangsa, kita bisa memaknai kemerdekaan kita di saat ini dengan tidak merasakan penjajahan, baik oleh bangsa sendiri ataupun asing dengan iming-iming kapitalisme modern.
 
Dibawah bendera kapitalisme modern ini entah disebut kapitalisme monopoli, oligarki dalam negara atau perusahaan sudah tersebar virus konsumerisme dan finansialisasi, di mana membuat uang menjadi tujuan dominan setiap industri.

Secara tidak sadar, kapitalisme modern adalah bentuk penjajahan di jaman sekarang, karena kapitalisme modern menimbulkan ketimpangan ekonomi, eksploitasi buruh, degradasi lingkungan, krisis finansial, dominasi budaya dan politik baik oleh korporasi lokal dan negara-negara asing / maju (korporasi multinasional).

Walau ada manfaat ekonomi, kita harus kritis dan bijak dalam menilai dampak dan implikasi dari kapitalisme modern bagi kehidupan masyarakat kita.

Apakah semua itu bisa bermanfaat bagi hajat hidup kebanyakan orang ? Atau hanya segelintir yang menikmati.

Selain itu Kita harus mampu menunjukkan harkat dan martabat bangsa sendiri. Kita perlu menjaga dan mempertahankan kemerdekaan kita dengan cara mempertahankan rasa tanggung jawab, solidaritas dan gotong royong. 

Sudah saatnya Kita membangun kesadaran kolektif agar bisa mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia yang adil dan makmur 🙏 di jaman modern seperti sekarang ini .


#pustakaariatoteles #saskiaubaidi

Comments

Popular posts from this blog

Jalur Pendidikan HBS - Hogereburgerschool

Kampung Arab Pekojan

Tjakrabirawa di malam kelam 1 Oktober 1965