Energi Hijau di Persimpangan Kepemimpinan Chris Wright dan Masa Depan Dunia
Energi Hijau di Persimpangan Kepemimpinan Chris Wright dan Masa Depan Dunia
Ketika nama Chris Wright, seorang eksekutif bahan bakar fosil, diumumkan sebagai calon Menteri Energi AS dalam kabinet kedua Donald Trump, respons publik terbelah tajam. Bagi para pendukung energi tradisional, ini adalah angin segar untuk mengembalikan dominasi minyak dan gas. Namun, bagi aktivis lingkungan, langkah ini seperti menarik rem darurat bagi upaya global melawan perubahan iklim.
Wright bukan sekadar pendukung bahan bakar fosil biasa. Ia adalah seorang figur kontroversial yang kerap mengkritik tajam kebijakan iklim progresif. Dalam narasi publiknya, ia menentang konsep energi bersih dan lebih memilih pendekatan pragmatis, selama energi itu aman, andal, dan terjangkau, ia tidak peduli apakah itu berasal dari fosil atau terbarukan (Business Insider).
Di tingkat global, isu ini tidak berdiri sendiri. China dan India, dua raksasa ekonomi dunia, terus meningkatkan konsumsi batubara mereka meskipun kontribusi energi terbarukan juga meningkat. Di satu sisi, ini mencerminkan tantangan besar transisi energi, bagaimana memenuhi permintaan energi yang terus melonjak tanpa mengorbankan lingkungan? Di sisi lain, langkah tersebut menunjukkan bahwa kepentingan ekonomi nasional sering kali lebih dominan daripada komitmen global terhadap emisi nol bersih.
Bagaimana dengan Indonesia di Tengah Dinamika Energi Global?
Indonesia sebagai negara penghasil batubara terbesar di dunia berada di tengah arus ini. Dengan kebijakan Wright, peluang Indonesia untuk mengembangkan hilirisasi batubara mungkin terbuka lebar, terutama dengan teknologi seperti gasifikasi dan carbon capture (Antara News). Namun, tanpa investasi besar dan dukungan teknologi yang kuat, upaya ini hanya akan menjadi wacana kosong. Lebih jauh, apakah upaya ini akan benar-benar menekan emisi karbon atau sekadar melanggengkan ketergantungan kita pada energi fosil?
Di bawah kepemimpinan Joe Biden, kebijakan energi AS sering kali dianggap terlalu kaku terhadap energi fosil. Akibatnya, beberapa perusahaan yang awalnya berminat untuk berinvestasi dalam teknologi gasifikasi di Indonesia memilih mundur karena tidak mendapat insentif memadai (MarketWatch). Dengan pendekatan Wright yang lebih fleksibel, ada peluang bagi Indonesia untuk kembali menarik investasi dalam teknologi energi fosil yang lebih ramah lingkungan.
Kritik dan Kekhawatiran
Terpilihnya Wright juga memicu kekhawatiran besar di kalangan aktivis lingkungan. Jackie Wong dari Natural Resources Defense Council menyebut langkah ini sebagai kesalahan fatal yang akan menghambat pengembangan energi abad ke-21 (CNN Indonesia). Wright juga dikenal sebagai figur yang skeptis terhadap janji emisi nol bersih, menyebutnya sebagai ambisi yang terlalu mahal dan berpotensi merusak ekonomi global.
Di sisi lain, kelompok konservatif seperti American Petroleum Institute dan American Energy Alliance menyambut baik kebijakan Wright. Mereka melihatnya sebagai peluang untuk meningkatkan produksi domestik dan memperkuat geopolitik energi AS di pasar global (The Verge).
Ke Mana Arah Energi Hijau?
Ada ironi besar yang tidak bisa diabaikan. Ketika dunia berbicara tentang transisi energi, kita justru kembali terjebak pada perdebatan lama, apakah kita harus memilih ekonomi atau lingkungan? Langkah Wright sebagai Menteri Energi AS tampaknya menjawab dengan jelas, ekonomi lebih diutamakan. Namun, pilihan ini datang dengan harga mahal, yaitu kelangsungan bumi kita.
Sebagai bangsa, kita harus mulai berpikir lebih jauh dari sekadar kepentingan sesaat. Hilirisasi batubara mungkin membantu ekonomi dalam jangka pendek, tetapi langkah yang lebih berani, seperti investasi besar-besaran pada energi terbarukan, akan memastikan keberlanjutan kita dalam jangka panjang. Kebijakan energi hijau tidak boleh hanya menjadi retorika politik, tetapi agenda nyata untuk menyelamatkan bumi dari krisis iklim.
Pada akhirnya, kepemimpinan Wright akan menjadi ujian besar bagi dunia. Apakah kita akan membiarkan kepentingan bahan bakar fosil kembali mendominasi, atau kita akan menemukan jalan untuk menyelamatkan bumi sekaligus mengangkat taraf hidup manusia? Dunia menanti jawabannya, dan Indonesia harus memutuskan: apakah kita ingin menjadi bagian dari masalah atau bagian dari solusi?
Tulisan ini didasarkan pada laporan dari berbagai sumber terpercaya seperti Business Insider, CNN Indonesia, The Verge, dan Antara News. Mari jadikan momen ini sebagai pengingat bahwa setiap keputusan kebijakan energi memiliki dampak besar pada masa depan generasi mendatang.
Jakarta, 25 November 2024
Oleh: Saskia Ubaidi ( Pustaka ARISTOTELES)
Penunjukan staf baru dalam pemerintahan Trump yang akan mempengaruhi kebijakan AS mulai 2025, termasuk Chris Wright sebagai Menteri Energi.
Comments